IPOL.ID – Isu resesi ekonomi yang akan melanda dunia pada 2023 harus disikapi dengan bijak. Hal pertama yang harus dijaga adalah menjaga kesehatan finansial kita. Hindari kredit konsumtif. Sebaliknya, pengajuan kredit produktif justru diperlukan untuk menjaga cashflow keuangan kita tetap positif.
Demikian hal tersebut mengemuka dalam sebuah talkshow yang digelar oleh Home Credit di Jakarta pada Kamis (27/10/22). Diskusi sekaligus media gathering tersebut dilakukan sekaligus guna memperingati bulan literasi keuangan Indonesia.
Melvin Mumpuni, CEO dari Finansialku.com, mengungkap, saat ini masyarakat terutama generasi muda lagi gandrung dengan digital marketing. Berjualan secara online, bermodal dawai dan perangkat pendukung yang tentunya wajib dimiliki. “Di sini tak mengapa kita membeli gadget asalkan tujuannya memang digunakan untuk membantu meningkatkan pendapatan kita. Salah satunya dengan jualan online,” kata Melvin sembari menyebut harus tetap optimis terkait isu resesi ekonomi global.
Menyambut hal tersebut, Chief Marketing & Digital Officer Home Credit Indonesia, Sheldon Chuan, megatakan perusahaannya mendukung akses inklusi keuangan untuk masyarakat. Kredit barang produktif, tentunya sejalan dengan produk jasa yang dimiliki Home Credit Indonesia. “Tak hanya kredit barang, kami juga memiliki fasilitas pembiayaan untuk modal usaha, tentunya dengan syarat dan ketentuan berlaku,” kata dia.
Terkait inklusi keuangan atau akses masyarakat kepada pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan bank dan non perbankan, saat ini angkanya masih cukup rendah di tanah air. Menurut Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ajisatria persentase orang Indonesia yang belum memiliki rekening bank (unbanked) dan yang telah punya rekening bank tapi belum punya akses memadai ke pembiayaan (underbanked) mencapai 76 persen atau 139 juta orang.
“Angka literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat memang naik terus dari tahun ke tahun. Namun terjadi gap yang cukup dalam, dimana sangat minim sekali angka inklusi keuangannya,” ujar Ajisatria.
Baik Ajisatria, maupun Melvin Mumpuni sepakat, agar di tengah desakan kebutuhan ekonomi yang tinggi, masyarakat harus tetap jeli dan pintar dalam mengakses pembiayaan. Salah satunya teliti setiap ajakan dari pinjaman online ilegal, dan iming-iming investasi high return yang didapat secara instan yang diinisiasi oleh para afiliator dan influencer. Salah satu cara bijaknya adalah dengan memeriksa keabsahan izin dari lembaga OJK dan yang terkait agar legalitasnya bisa dipertanggungjawabkan.
“Mudah saja, yang good to be truth, yang sangat mudah syaratnya hanya dengan fotokopi KTP misalnya, bunga sangat rendah, sudah pasti kita harus langsung waspada,” kata Sheldon Chuan menambahkan.
Karena itu, Home Credit Indonesia, perusahaan pembiayaan berbasis teknologi, berkomitmen untuk terus meningkatkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat Indonesia serta membantu masyarakat mewujudkan rencana dalam hidupnya melalui aneka layanan keuangan.
Home Credit sendiri mengusung transparansi atas layanan dan produknya dengan mengoptimalkan teknologi digital. Aneka layanan keuangannya antara lain; pembiayaan barang, pembiayaan modal usaha, Buy Now Pay Later (BNPL) dan asuransi. Home Credit sudah memiliki jaringan kemitraan sebanyak 22 ribu toko dan outlet, menjangkau 200 kota di tanah air dan aplikasi My Home Credit sudah diunduh lebih dari 12,5 juta orang. (timur arif)