Ada bandara gagal dan jalan tol yang realiasi lalu-lintasnya tidak seindah studinya. Ada juga kereta cepat, yang biayanya selangit dan proses konstruksinya sarat masalah. Soal ini, Nikkei Asia berkomentar: ”there was no proper analysis of which infrastructure projects would boost growth and productivity the most” (tidak ada analisis yang tepat mengenai proyek infrastruktur mana yang paling mendorong pertumbuhan dan produktivitas).
Kini, Sri Lanka didera krisis dengan utang yang menggunung. Padahal, beberapa bulan sebelum chaos terjadi, beberapa metrik ekonomi Sri Lanka terlihat lebih bagus daripada India. Artinya, ukuran numerik tidak selalu bisa jadi acuan.
Dari Hambantota kita belajar, bahwa infrastruktur mesti dibangun dengan sehat, yang tidak hanya soal gagah-gagahan. Momen telah menjadi monumen. Hambantota adalah tugu peringatan – yang sangat mahal – soal rezim pemburu rente dan kesejahteraan umum yang dikorbankan. Lantas pakah proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, atau Ibu Kota Negara Nusantara bakalan buntung dan bernasib sama dengan Pelabuhan Hambantota? Semoga tidak. Wallahua’lam. (tim/literasiislam)