IPOL.ID – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah intensif memeriksa dan menelusuri sumber bahan baku pelarut pada sirup obat yang terbukti mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap bahan baku tambahan yang digunakan pada produk sirup obat yang sudah dinyatakan melebihi batas cemaran EG dan DEG, terbukti menggunakan Propilen Glikol mengandung cemaran EG dan DEG melebihi batas dipersyaratkan.
Propilen Glikol merupakan salah satu bentuk produk turunan alkohol seperti halnya EG dan DEG. Propilen Glikol memiliki sifat fisika (bentuk dan tampilan) dan kimia yang sama EG dan DEG serta berfungsi sebagai pelarut, namun memiliki toksisitas sangat berbeda.
EG dan DEG memiliki efek lebih berbahaya dibanding Propilen Glikol. Ambang batas aman cemaran EG dan DEG pada bahan baku Propilen Glikol telah ditetapkan kurang dari 0,1%. Sedangkan ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG pada sirup obat tidak melebihi 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Sesuai ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), bahan baku digunakan untuk produksi obat diatur ketat. Mulai dari sumber perolehan (distributor dan produsen bahan baku), serta mutu bahan baku harus sesuai standar dan persyaratan. Sehingga dapat menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Lebih lanjut, BPOM telah melakukan serangkaian pemeriksaan dalam rangka penelusuran terhadap distributor-distributor pemasok bahan baku pelarut Propilen Glikol ke Industri Farmasi yang melakukan produksi sirup obat Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Kemudian BPOM mengidentifikasi jalur distribusi/rantai pasokan bahan pelarut Propilen Glikol melibatkan beberapa distributor bahan kimia, Pedagang Besar Farmasi (PBF), hingga ke Industri Farmasi. Hingga BPOM berhasil mengidentifikasi jalur distribusi bahan pelarut dari CV Samudra Chemical (CV SC) yang merupakan supplier dari distributor kimia CV Anugrah Perdana Gemilang (CV APG).
CV APG merupakan pemasok utama CV Budiarta (CV BDT) dan distributor kimia lainnya, menjadi pemasok Propilen Glikol terbukti TMS ke industri farmasi PT Yarindo Farmatama (PT YF).
Berdasarkan sampel bahan kimia CV SC yang telah diuji di laboratorium, hasilnya menunjukan sebanyak 10 sampel bahan baku pelarut Propilen Glikol disampling terdeteksi mengandung EG sebesar 4,69-99,09%. Sedangkan 2 sampel tidak terdeteksi EG. Hasil pengujian terhadap 2 sampel bahan baku pelarut Sorbitol yang juga disampling pada lokasi, terdeteksi mengandung EG dan DEG sebesar 0,03%-1,34%.
Hingga BPOM melakukan pengamanan terhadap sejumlah barang bukti, antara lain drum aluminium putih dengan label Propilen Glikol USP (42 drum), Sorbitol 20 dan Sorbitol 23 (19 ember), Dipropilen Glikol (5 ember dan 1 drum), PG20 (4 jeriken).
Kemudian drum plastik biru (15 drum), dan sejumlah dokumen berisi catatan informasi terkait transaksi bahan baku, pengiriman bahan baku, catatan nomor Lot, desain segel Propilen Glikol, dan catatan beberapa jenis formula Propilen Glikol industri.
Terkait dugaan pelanggaran pidana oleh CV SC sebagai distributor bahan kimia, maka proses selanjutnya terhadap barang bukti itu akan dilimpahkan ke Kepolisian.
Dengan hati-hati, BPOM mengintruksikan Industri Obat dan Makanan untuk melakukan pengujian cemaran EG dan DEG dengan prioritas terhadap bahan baku dan produk menggunakan bahan baku dari CV SC dan jaringannya. Selain itu, BPOM menginstruksikan kepada PBF agar menghentikan penyaluran bahan baku bersumber dari pemasok tersebut.
BPOM juga melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) oleh PBF yang menyalurkan bahan baku pelarut Propilen Glikol mengandung cemaran EG dan DEG yang TMS.
Hasilnya, ditemukan PBF PT Tirta Buana Kemindo (PT TBK) dan PT Megasetia Agung Kimia (PT MAK) terbukti melakukan penyaluran bahan baku pelarut Propilen Glikol mengandung cemaran EG dan DEG yang TMS ke Industri Farmasi dan melakukan pengadaan dari distributor kimia umum tanpa melakukan kualifikasi pemasok sesuai ketentuan CDOB. Kepada kedua PBF diberikan sanksi tegas berupa pencabutan Sertifikat CDOB.
Dalam pengawasannya, BPOM juga menelusuri lebih lanjut penggunaan bahan baku pelarut Propilen Glikol dengan bets yang tidak memenuhi syarat pada tiga Industri Farmasi, yaitu PT YF, PT Universal Pharmaceutical Industries (PT UPI), dan PT Afi Farma (PT AF) yang sebelumnya telah diumumkan. Dari penelusuran, diperoleh informasi bahwa bets pelarut dimaksud digunakan dibeberapa Industri Farmasi lain.
BPOM segera menindaklanjuti informasi tersebut, melakukan sampling dan pengujian produk jadi dan bahan baku pelarut dari Industri Farmasi dimaksud, yaitu PT Ciubros Farma (PT CF) dan PT Samco Farma (PT SF).
Hasil pengujian dilakukan menunjukkan adanya cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas dalam produk jadi dari kedua industri farmasi itu. Pada PT CF dan PT SF, BPOM memerintahkan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan seluruh bets produk sirup obat mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas. Dan melarang produksi dan distribusi seluruh sirup obat dari kedua industry farmasi itu.
Berikut produk sirup obat produksi PT CF yang ditarik dan dimusnahkan:
1. Citomol (obat demam), bentuk sediaan sirup kemasan dus, botol plastik @60 mL dengan nomor izin edar DBL9304003837A1.
2. Citoprim (antibiotik), bentuk sediaan suspensi kemasan dus, botol plastic @60 mL dengan nomor izin edar DKL9604004633A1.
Selanjutnya produk sirup obat produksi PT SF yang ditarik dan dimusnahkan:
1. Samcodryl (obat batuk), bentuk sediaan sirup kemasan dus, botol plastik @60 ml dan @120 ml dengan nomor izin edar DTL8821904637A1.
2. Samconal (obat demam), bentuk sediaan sirup kemasan dus, botol plastik @60 ml dengan nomor izin edar DBL8821905137A1.
Penarikan mencakup seluruh gerai, antara lain PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan. Pemusnahan semua stock sirup obat disaksikan oleh Petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM dengan Berita Acara Pemusnahan (BAP).
Terhadap produk sirup obat lainnya dari kedua industri farmasi menggunakan pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserol/Gliserin dihentikan produksi dan distribusinya. Sampai ada perkembangan terkait hasil uji dan pemeriksaan CPOB. Di samping pemberian sanksi administratif, BPOM bakal mendalami potensi pelanggaran hukum lainnya.
Sementara itu, BPOM menegaskan, agar pelaku usaha, baik produsen dan distributor bahan baku obat untuk konsisten dalam menerapkan CPOB dan CDOB. Pelaku usaha harus memastikan bahan baku disuplai dan digunakan sesuai standar dan persyaratan. Obat yang diproduksi memenuhi standar keamanan, khasiat dan mutu, serta mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan, baik nasional maupun internasional. (Joesvicar Iqbal)