Oleh: Heka Hertanto [Ketua Umum Artha Graha Peduli]
Awalnya, pasukan Sekutu ke Indonesia untuk mengamankan tawanan perang, melucuti senjata Jepang, dan menjaga ketertiban di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Surabaya. Namun, pada 27 Oktober 1945, pasukan Sekutu menyerbu penjara dan membebaskan para tawanan perwira sekutu yang ditahan oleh Indonesia. Pasukan Sekutu mulai mendirikan pertahanan di tempat-tempat penting, seperti lapangan terbang, kantor radio, gedung internasional, dan pusat kereta api. Tidak hanya itu, mereka juga menyebarkan selebaran yang berisi imbauan agar masyarakat Surabaya segera menyerahkan senjata. Akan tetapi, rakyat Surabaya menolak menyerah kepada Sekutu.
Kondisi ini semakin mendorong rakyat Surabaya untuk melakukan perlawanan terhadap Sekutu. Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin oleh Bung Tomo menyerang pos-pos pertahanan milik Sekutu. Tiga hari kemudian, 31 Oktober 1945, Brigadir Mallaby tewas di tangan para pejuang Indonesia. Kejadian ini sontak menyulut kemarahan Sekutu dan memberi ultimatum agar rakyat Surabaya segera menyerah. Sekutu mengancam, rakyat Surabaya akan dihancurkan jika tidak menyerah. Masyarakat Surabaya tidak gentar dan tetap melakukan perlawanan.
Puncak pertempuran Surabaya terjadi pada 10 November 1945, ketika pasukan Sekutu menyerang Kota Surabaya. Dalam melawan Sekutu, pejuang menggunakan beberapa senjata, salah satunya senjata tradisional bambu runcing. Bung Tomo (Sutomo bin Kartawan Tjiptowijojo) mulai pidato di radio mengajak pemuda/i bangkit melawan penjajahan Belanda. Melalui siaran langsung, setiap hari Bung Tomo berorasi membangkitkan semangat jihad. Setelah diputar berbagai lagu, kemudian Bung Tomo memuji kebesaran Tuhan. Bung Tomo punya radio yang untuk menggelorakan semangat juang rakyat.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,…” Suara Bung Tomo berapi-api bergema. Suara lantang berpidato ala Bung Karno menjadi daya tarik pendengar masa. Warga mendengar melalui radio berkotak kayu
“Andai tidak ada kalimat Takbir, saya tidak tahu dengan apa membakar semangat para pemuda melawan penjajah,” kata Bung Tomo kelahiran Surabaya 3 Oktober 1920 dan wafat pada 7 Oktober 1981.
Setelah tiga pekan, pertempuran Surabaya mulai mereda pada 28 November 1945. Pertempuran ini lebih banyak memakan korban jiwa dari Indonesia mencapai 20.000 orang. Sementara itu, korban jiwa di pihak Sekutu 1.500 orang.
Penduduk juga mengungsi dari Surabaya dan bangunan-bangunan mengalami kerusakan dan kehancuran parah. Mengingat semangat para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan selama pertempuran Surabaya, Presiden Soekarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan ditetapkan melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Saat ini kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja imbas perang dagang AS dan China, pandemi Covid-19, perang Rusia dan Ukraina, hingga ketegangan politik antara China dan Taiwan, kondisi tersebut telah membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan tingkat inflasi di berbagai dunia melonjak . Misalnya, Bank of England (BoE) pada Kamis (3/11/2022) mengerek suku bunga sebesar 75 basis poin atau 0,75%, kenaikan tertinggi sejak 1989. Kenaikan itu pun menempatkan suku bunga ke level 3% yang juga tertinggi sejak 2008.
Gubernur BoE Andrew Bailey pada konferensi pers mengatakan bahwa inflasi ini sangat perlu diperangi karena akan berdampak menuju resesi. BoE meramal resesi akan menghantam Negeri Big Ben itu hingga 2024. Ini adalah jalan yang sulit di depan. Peningkatan tajam harga energi yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina telah membuat kita lebih miskin sebagai sebuah bangsa. Kenaikan suku bunga terbaru mencerminkan pengetatan agresif oleh bank sentral di seluruh dunia karena harga pangan dan tagihan energi melonjak.
Lima hari setelah rakyat Indonesia memperingati Hari Pahlawan, sejak 15-16 November 2022 digelar KTT G-20 di Bali. Perhelatan dunia ini digelar saat belum raibnya pandemi Covid-19. Indonesia sebagai tuan rumah diuji apakah mampu mengadakan kegiatan berskala internasional yang dihadiri oleh para pemimpin dunia ini akan sukses acara dan sukses penerapannya.
Presiden Jokowi sudah melakukan diplomasi bertemu dan mengajak pemimpin Rusia dan pemimpin Ukraina untuk hadir di KTT G-20 untuk menyelesaikan peperangan yang sudah terjadi lebih dari 8 bulan. Perang itu hanya bikin warga negara yang berperang menjadi susah, trauma, mata rantai ekonomi terganggu.
Tidak bisa dibantah, gelapnya ekonomi global salah satunya dipicu oleh perang Rusia-Ukraina. Hentikan perang melalui meja dialog. Indonesia sudah merasakan sengsara karena harus berperang mengusir penjajah.
Indonesia sebagai tuan rumah G20 juga tidak boleh melupakan Politik Non Blok Indonesia yang harus senantiasa juga diterapkan dan ditegakkan dalam berbagai Forum dan Kerjasama Serius, Strategis, Berpengaruh, Berdampak, dan Menentukan. Khususnya yang bersifat dan berkategori bilateral, trilateral, multilateral di tataran regional dan internasional. Indonesia sebagai sebuah negara besar yang berpengalaman, dan berpengaruh, pada dasarnya memiliki kemauan, kemampuan, dan kematangan untuk mencari, menguraikan, menemukan, merumuskan, dan mengembangkan alternasi-alternasi dan solusi-solusi yang baik dan positif. Terutama bagi Perdamaian, Keamanan, Keadilan, dan Kemakmuran Dunia.
Garis Kebijakan Ideologis Politis Indonesia Non Blok harus mewarnai, dan memaknai pola, bentuk, dan jenis bangunan dan isi narasi, refleksi, komunikasi, diskusi, koperasi, aliansi kerjasama. Pada tingkat regional dan global serta dalam beberapa issue utama dan agenda strategis. Perspektif dan terminologi tersebut sangat berfungsi, berguna, dan bermanfaat dalam keseluruhan proses dan hasil KTT G 20. Khususnya dalam penyelenggaraan Forum KTT G 20 di Bali, Indonesia.
semangat bahwa kita sebagai bangsa yang besar juga harus terus tetap berjuang membawa perdamaian di dunia. Situasi dunia saat ini berbeda dengan situasi dunia di masa lalu. Perlu kerja keras untuk mewujudkan mimpi waktunya benua Asia berjaya
Hari Pahlawan adalah momentum bahwa kita harus terus berjuang bersama menyatukan segala daya untuk menghadapi situasi dunia yang semakin tidak baik dengan segala perubahan yang terjadi. Pada dimensi lain, pelaksanaan KTT G-20 di Bali harus menjadi momentum awal menghentikan kekerasan di mana pun atas nama kemanusiaan. Dunia belum tuntas 100 persen menghadapi pandemi Covid-19, kemiskinan yang makin naik signifikan karena dampak terguncangnya roda ekonomi global yang disebabkan oleh Covid-19.
Akhirukalan, Selamat Hari Pahlawan dan sukses pelaksanaan KTT G-20!