IPOL.ID-Kasus gugatan perdata berupa sengketa pertanahan dilayangkan ahli waris Teuku Syahrul Azwar dan Teuku Verdy Azwar atas lahan seluas 10.530 m2 di Desa Gampong Sangso, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireun, Aceh ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lahan seluas 10.530 m2 tersebut merupakan milik empat anak Abdul Hamid Azwar yang belum dilakukan faraid atau pembagian.
Namun belakangan diketahui, salah satu ahli waris bernama Cut Haslinda telah melepaskan bidang tanah tersebut ke negara melalui Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Provinsi Aceh dengan dua tahap, yaitu pada tahun 2010 seluas 8.228 m2 dengan nilai ganti rugi sebesar Rp.2.879.800.000 dan tahun 201 1 seluas 2302 m2 dengan nilai ganti rugi sebesar Rp.805.700.000.
“Saat ini di atas bidang tanah tersebut sudah berdiri Puskesmas Samalanga,” kata kuasa Teuku Syahrul Azwar dan Teuku Verdy Azwar, Muara Karta dalam keterangannya, Rabu (21/12).
Menurut Karta, karena pelepasan hak dilakukan tidak melibatkan seluruh ahli waris, namun hanya sepihak Cut Haslinda, maka salah satu ahli waris bernama Verdi Azwar mengajukan gugatan di PN Jakarta Selatan terhadap Cut Haslinda cs dengan register Nomor: 298/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Sel.
Dalam persidangan terungkap bahwa saat kepala Desa Gampong Sangso menandatangani surat sporadik tertanggal 30 April 2010 yang dibuat oleh Cut Haslinda ternyata kepala desa hanya diperlihatkan fotokopi surat wakaf tertanggal 8 agustus 1976 atas nama Cut Haslinda, bukan asli sebab aslinya masih disimpan pada Bank BNI Cabang Utama Jakarta Pusat dan baru diambil pada tahun 2012.
“Oleh karenanya surat sporadik dibuat dengan ketidak hati-hatian oleh kepala desa karena diterbitkan tanpa memeriksa keaslian dan kebenaran surat wakaf,” kata Karta.
Berikutnya, saat negara membeli dan membayar ganti rugi kepada Cut Haslinda pada tahun 2010 dan 2011, negara tidak menerima asli surat wakaf dari Cut Haslinda.
“Sebab surat wakaf aslinya baru diterima Cut Haslinda pada tahun 2012,” kata Karta.
Dalam persidangan, anak tertua Abdul Hamid Azwar bernama Teuku Syahrul Azwar menyatakan bahwa tanah yang sekarang menjadi Puskesmas Samalanga adalah milik semua ahli waris bukan bagian Cut Haslinda sendiri.
Sayangnya, meski sudah terungkap fakta-fakta yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum oleh Cut Haslinda dalam melakukan pelepasan hak kepada negara,namun majelis hakim menolak gugatan Verdi Azwar.
Sebab majelis hakim menggunakan bukti surat penghentian penyidikan terhadap laporan polisi yang dibuat oleh Verdi Azwar di Polda Aceh.
“Padahal perkara dalam LP oleh Verdi Azwar adalah berkaitan dengan pemalsuan tanda tangan, sehingga tidak ada relevansinya dengan pokok gugatan yang mempersoalkan tentang kepemilikan tanah,” kata Karta.
“Sebab andai benar tandatangan dalam surat sporadik adalah tandatangan Cut Haslinda, bukan berarti Cut Haslinda menjadi pemilik tanah,” sambungnya.
Karta menegaskan, pertimbangan majelis hakim tersebut menyesatkan. Sebab Cut Haslinda menjadi pemilik tanah adalah karena Cut Haslinda menandatangani surat sporadik bukan karena alas haknya (kepemilikannya).
“Kalau memang demikian maka siapapun dapat menjadi pemilik tanah asal dia benar -benar menandatangani surat sporadik sekalipun objek tanah dalam surat sporadiknya bukanlah tanah miliknya,” kata Karta.
“Terhadap putusan tersebut saat ini sedang diajukan banding di PT DKI Jakarta,” imbuhnya. (Peri)