IPOL.ID – Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto mendesak pemerintah, khususnya Kementerian ESDM untuk tidak memperpanjang izin operasional PT Vale yang habis dalam jangka waktu dekat ini. PT Vale merupakan perusahan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi yang beroperasi di Indonesia Timur.
“Kecuali PT Vale bersedia memperbaiki komitmen perbaikan kinerja hilirisasi dan meningkatkan kontribusi bagi Pemda dan masyarakat setempat,” ujar Mulyanto dalam keterangan tertulis, Jum’at (6/1).
Selama ini, kata Mulyanto, Komisi VII DPR banyak menerima masukan dari masyarakat terkait kinerja PT. Vale. Umumnya mereka mengeluhkan keberadaan PT Vale yang dinilai tidak komit pada peraturan yang berlaku. Sehingga masyarakat kurang merasakan manfaatnya.
“Komisi VII DPR bulan lalu pernah RDPU dengan 3 Gubernur dari Sulawesi, yakni Gubernur Provinsi Sulsel, Sulteng, dan Sultra. Semua gubernur menolak keras perpanjangan izin PT Vale ini. Alasannya, kontribusi perusahaan ini sedikit sekali untuk Pemda dan masyarakat sekitar tambang,” kata Mulyanto.
Mulyanto menjelaskan, bila izin operasional PT. Vale tidak diperpanjang, maka wilayah pertambangannya, secara prioritas akan diserahkan kepada BUMN/BUMD. Jadi tanpa akuisisi, seratus persen saham otomatis akan menjadi milik BUMN/BUMD.
Sementara bila diberikan perpanjangan, maka sesuai UU Minerba, semestinya saham Indonesia menjadi mayoritas 51 persen. Dan tambahannya harus kita beli.
“Hitung-hitungannya harus akurat, jangan sampai ada mark-up saham, agar uang negara tidak tersedot. Juga terkait sumber pendanaan MIND-ID untuk mengakuisisi saham tersebut. Pengalaman dari kasus akuisisi PT Freeport Indonesia yang lalu harus dipelajari sungguh-sungguh,” tandas Mulyanto.
Untuk diketahui kontrak pertambangan bagi Vale Indonesia akan berakhir pada Desember 2025. PT Vele sendiri belum mengajukan izin perpanjangan kontrak.
Sebelumnya terjadi penolakan untuk perpanjangan izin Vale Indonesia menguat dalam Rapat Dengan Pendapat Umum Komisi VII DPR RI dengan Gubernur dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
Ketiga gubernur ini kompak menyatakan aspirasi tidak memberikan opsi untuk perpanjangan kontrak pertambangan bagi Vale Indonesia yang akan berakhir pada Desember 2025.
Sejumlah penolakan ini muncul mulai dari kontribusi yang dinilai masih minim, besarnya lahan yang idle atau tidak tergarap, hingga belum diselesaikannya kewajiban terhadap lingkungan hidup. (Peri)