Oleh : Erizeli Bandaro
IPOL.ID – Berkaca pada hasil pemilu tahun 2014 dan 2019. Mari kita bicara data dan fakta. Kemudian kita baca angka itu dengan objektif berkaitan dengan Jokowi effect (coat tail effect). Yang dapat coat tail effect itu adalah Nasdem, PKB dan PKS. Nasdem, tahun 2014 dia 6,72 persen dan tahun 2019 jadi 9,05 persen. PKB, tahun 2014 dia 9,04 persen dan tahun 2019 jadi 9,69 persen. Sementara PKS anti-Jokowi, tahun 2014 dia 6,79 persen dan tahun 2019 jadi 8,21 persen.
Sementara PDIP yang pada Pemilu 2014 meraih suara 18,95 perse dan tahun 2019 naik sedikit jadi 19,33 persen. Naik hanya 0,38 persen. Artinya selama satu periode Jokowi berkuasa, tidak berdampak significant terhadap suara PDIP, bahkan kalah jauh dari suara PDIP tahun 1999. Apa artinya? Jokowi itu hanya menguntungkan suara PKB, Nasdem dan PKS.
Bagaimana dengan teman koalisi Jokowi? Tahun 2019 yang mendukung Jokowi seperti Partai Golkar, PAN, PPP Hanura, semua turun perolehan suaranya. Termasuk PD juga hancur, karena tidak jelas ke mana berlabuh. Justru Gerindra lawan PDIP naik dari 11,81 persen ( 2014) jadi 12,57 persen (2019). Sehingga menempatkan Gerindra sebagai Parpol pemenang nomor dua pada pemilu 2019. Menggeser Partai Golkar ke peringkat 3.
Berkaca dari data di atas. Kalau PDIP mencalonkan Ganjar, maka antara “Kanan dan Kiri” (Islam dan nasionalis) akan dibenturkan. Ini akan jadi medan neraka bagi PDIP. Pengalaman PIlgub DKI tahun 2017, PDIP kalah, padahal PDIP di-back up koalisi gemuk. Makanya, saya tidak yakin kalau PDIP mendukung Ganjar. Koalisi PDIP akan tetap. Mereka akan ambil sikap join ke Nasdem untuk mendukung Anies. Mereka sudah pengalaman dan sangat tahu menikmati coat tail effect. Yang pasti diuntungkan PKS.
Kalau Puan dicalonkan. Maka kampanye sentimen feminisme akan digaungkan. Tidak boleh memilih pemimpin wanita. Sama seperti kekalahan Megawati pada Pilpres 2004 dan 2009. Lagi lagi antara “Kiri dan Kanan“ dibenturkan. Tapi ini lebih kepada nilai-nilai apokalips. Sulit untuk orang berbalik arah. Orang kebanyakan di pelosok-pelosok akan patuh kepada apa kata ulama. Jangan pilih pemimpin wanita. Tidak ada partai yang mau koalisi. Siapa yang mau gabung dengan calon yang pasti kalah. PKS pasti diuntungkan.
Di samping itu, PDIP tahu bahwa sedang ada upaya menggembosi suara PDIP dengan membenturkan Puan dan Ganjar. Menempatkan PDIP jadi sulit di hadapan pemilih perkotaan. Apalagi kalau Ganjar pindah partai untuk didukung koalisi partai bukan PDIP. Itu akan membuat suara PDIP di perkotaan akan terbelah. Suara Pileg PDIP akan tergerus dan PKS pasti bertambah suaranya. Makanya wajar saja PDIP sangat hati hati menentukan capres dan fokus memperbaiki kinerja Jokowi. Karena hanya dengan kinerja itulah PDIP bisa dijual ke rakyat nanti saat Pemilu 2024.(***)