Mereka merancang kekuasaan berputar sebagai “arisan” di antara elit partai: persaingan di antara elit yang dimenangi oleh elit, dengan sedikit kompensasi bagi yang kalah. Siapapun pemimpin terpilih akan mendapatkan hadiah yang sangat luar biasa: mereka akan berkuasa tanpa gangguan DPR. Atas nama stabilitas, DPR dirancang untuk tidak lagi kritis. Dapat dibilang, DPR akan sepenuhnya mendukung presiden.
Kesembilan partai-politik sekarang memandang figur Jokowi sebagai anomali. Jokowi dianggap bukan berasal dari elit partai politik, dan sekarang sedang mendesakkan perpanjangan masa jabatan untuk dirinya. Mereka juga tahu bahwa Jokowi sedang membangun basis kekuasaan melalui organisasi relawannya, dan dengan dukungan kubu BMB (oligarki) dalam jangka pendek dapat menjadi kekuatan politik yang sangat besar.
Alhasil dukungan jangka pendek mungkin masih memberi keuntungan namun dalam jangka panjang kekuatan besar yang sedang dibangun Jokowi akan merusak basis konstituen yang mereka miliki.
Namun menolak keinginan Jokowi juga bukan hal mudah. Jabatan menteri mungkin tidak dianggap penting lagi, toh kuasa Jokowi tinggal 1-2 tahun. Tetapi bagaimana kalau penolakan itu memicu eksploitasi atas sejumlah kelemahan pada pribadi politisi terkait?