Krisis konstitusional bisa diciptakan bila pemilihan umum yang dijadwalkan berlangsung tahun 2024 gagal diselenggarakan. Pada saat itu negara boleh dikatakan lumpuh karena fungsi-fungsi eksekutif dan legislatif tidak berjalan. Cara tercepat dan paling efisien untuk memulihkan diri dari krisis itu adalah kembali ke UUD 1945. Dengan konstitusi itu presiden baru bisa ditetapkan hanya oleh segelintir elit politik di pucuk kekuasaan.
Adapun kegagalan penyelenggaraan pemilu 2024 dapat diusahakan dari dua hal, yaitu (1) terjadinya krisis ekonomi 2023 dan (2) krisis integritas penyelenggara pemilu. Kedua krisis itu secara bertahap sedang diwujudkan. Jokowi dan Menteri Keuangan berulang kali telah mengkondisikan persepsi publik bahwa “tahun 2023 keadaan ekonomi dunia berat”, “dunia sedang menuju resesi”, “Indonesia akan terdampak oleh resesi dunia”, dan “Indonesia akan mengalami stagflasi, yaitu keadaan dimana inflasi tinggi datang bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun”.
Stagflasi adalah krisis ekonomi yang pernah terjadi tahun 1930an, disebut malaise (lelah, tidak nyaman-red). Dan perlu saya sampaikan bahwa argumen stagflasi telah dijadikan pertimbangan pada dikeluarkannya Perppu No.2/2022 tentang Cipta Kerja. Dengan kata lain, bila perppu di atas tidak mendapat penolakan publik, kubu BMB telah siap untuk mempergunakannya kembali dalam argumen Dekrit Presiden Kembali ke UUD 1945 Asli.