IPOL.ID – Bunga Edelweiss memiliki nama latin, Anaphalis Javanica. Flora ini dijuluki sebagai bunga keabadian. Disebut demikian karena bunga edelweiss mekar dalam jangka waktu yang cukup lama. Tidak tanggung-tanggung, bunga ini bisa mekar tanpa layu selama 10 tahun.
Yang menjadikan Edelweiss tidak mudah layu adalah hormon etilen. Hormon ini berfungsi untuk mencegah kerontokan pada kelopak bunganya.
Edelweiss sendiri banyak dijumpai tumbuh di daerah pegunungan yang dingin. Bulu pada kelopak bunganya yang tebal memiliki manfaat untuk menghalau udara dingin di pegunungan. Sedangkan bagian akar dari bunga ini bersimbiosis mutualisme dengan jamur mikoriza. Simbiosis akar dan jamur ini bertujuan untuk mempertahankan hidup di tanah yang tandus seperti pada lereng gunung.
Biasanya, jamur mikoriza hidup di tanah vulkanik yang dapat membantu akar bunga ini menyebar lebih luas di dalam tanah. Bagian akar dari edelweis akan mendapat nutrisi serta air untuk pertumbuhan bunga. Jamur mikoriza juga efektif memberikan nutrisi serta air untuk edelweis.
Bunga yang tumbuh diketinggian 2000 mpdl ke atas, juga tergantung suhu udara dan kelembapan, hanya berbunga di akhir musim hujan, karena mampu mendapatkan asupan sinar matahari yang lebih intensif sekitar bulan April sampai September.
Bunga ini ditemukan pertama kali oleh seorang naturalis asal Jerman bernama Georg Cerl Reinwardt pada tahun 1819 di lereng Gunung Gede, kemudian diteliti lebih lanjut oleh seorang botanis asal Jerman lainnya yang bernama Carl Heirich Schutz.
Bunga ini juga sempat menginspirasi sebuah lagu, dan dijadikan sebagai lagu pengiring yang dinyanyikan dalam film The Sound of Music tahun 1965. Selain itu bunga Edelweiss juga pernah dijadikan gambar perangko oleh pos indonesia pada tahun 2003.
Peran bunga Enelweiss sangat urgen dalam ekosistem pegunungan, bunga ini juga sering disebut sebagai tumbuhan pioner atau pelopor pada tanah vulkanik muda. Dia mampu menghutankan tanah pegunungan, selain itu juga mampu mencegah erosi di lereng gunung ketika hujan datang, karena bunga Edelweiss mempunyai kemampuan menahan hempasan angin ketika hujan.
Bunga yang mendapatkan julukan bunga abadi ini memiliki perbedaan versi indonesia dan luar negeri. Di luar negeri khususnya di negara Austria, bunga Edelweiss yang dimaksud adalah bunga Leontopodium Alpinum, sedangkan Edelweis Indonesia adalah Anaphalis Javanica.
Langka Terancam Punah
Mengutip makalah dalam jurnal Floribunda, semai edelweis memerlukan waktu kurang lebih 13 tahun untuk mencapai tinggi 20 sentimeter. Ia merupakan jenis tanaman langka pada kategori jarang (rare), yaitu jenis tanaman yang populasinya besar, tapi hanya terdapat secara lokal di daerah-daerah tertentu saja.
Flora endemik khas Indonesia selanjutnya ini sangat langka karena hanya bisa tumbuh di dataran tinggi, yakni Edelweiss Jawa. Bunga Edelweiss ini biasanya dapat kita temukan di daerah pegunungan dan tumbuh setelah terjadinya erupsi.
Di Indonesia,kita bisa menemukan bunga Edelweiss di Gunung Gede, Pangrango, Papandayan, dan Rinjani. Daerah penyebaran edelweis sebenarnya cukup luas, tapi kini sudah semakin jarang dijumpai karena mengalami erosi, tekanan, gangguan yang berat dan juga oknum-oknum pendaki yang tidak bertanggung jawab.
Harus diakui banyak sekali yang jatuh hati dengan keindahan bunga Edelweis sehingga banyak yang menggandrungi dan ingin memiliki bunga ini. Muncullah inisiatif untuk membudidayakan bunga Edelweis ini yaitu diperbukitan Dieng Jawa Tengah dengan berbagai variasi warna tidak hanya putih, hasil budidaya inilah yang kemudian diperjualbelikan tanpa mengancam eksistensi Edelweis.
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Luchman Hakim dalam makalahnya yang berjudul Kasodo, Tourism, and Local People Perspectives for Tengger Highland Conservation, edelweis jawa kini telah punah dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Populasi bunga Edelweiss Jawa semakin berkurang akibat tangan jahil para pendaki gunung yang memetik dan membawa bunga ini pulang sebagai hadiah. Padahal setelah turun dari gunung, bunga ini akan mati dan tidak bisa berkembang biak akibat perbedaan suhu dan kelembapan udara.
Terhadap ancaman kepunahan dan kelangkaannya, Edelweiss dilindungi hukum. Pendaki atau siapa saja yang membawa turun Bunga Edelweis dari habitat aslinya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan secara sengaja untuk membawa keluar atau berpindah ke tempat lain, dapat diancam sanksi pidana berdasarkan Pasal 40 ayat (2) UU Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya, berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Untuk itu yuk mulai sekarang kita lestarikan flora ini, dengan cara tidak memetik dan jadikan dan hanya tinggalkan jejakmu saat mendaki. (timur)