IPOL.ID – Pembangunan Masjid Tjia Kang Hoo yang memiliki arsitektur agama Islam, budaya Tionghoa dan Betawi di Jalan H. Soleh, Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ke depan ingin dibuat Badan Usaha Milik Masjid (BUMM).
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Tjia Kang Hoo, Muhamad Wildan Hakiki, 29, mengatakan, saat ini pembangunan Masjid Tjia Kang Hoo prosesnya sudah mencapai 60 persen. Nantinya, jika masjid rampung di bangun, suatu saat dia ingin membuat Badan Usaha Milik Masjid (BUMM).
“Inginnya sih gitu, masjid rampung atau jadi segalanya sudah finishing beres, maunya sih membuat BUMM, bisa meningkatkan perekonomian juga kan,” kata Wildan di Masjid Tjia Kang Hoo.
Sehingga wacana, ide atau gagasan untuk membangun BUMM tersebut, kata Wildan, awalnya bisa dengan membangun warung kecil-kecilan. Ketika hasilnya sudah ada atau sedikit hasil usahanya untuk masjid.
“Ya hasil usahanya nanti, misalkan kalau sedikit hasilnya bisa untuk diserahkan ke Masjid Tjia Kang Hoo, bisa untuk digunakan sebagai operasional dan lainnya, ya sedikit atau banyak bisa untuk masjid,” ujar dia.
Selain itu, apakah nantinya sedikit hasil usaha dari BUMM tersebut mungkin bisa juga untuk membantu jemaah Masjid Tjia Kang Hoo. “Ya kita inginnya sih seperti itu, tidak ingin membebani jemaah masjid, selain itu juga untuk mensiarkan agama Islam, agama yang penuh kedamaian,” tutur Wildan.
Terpisah, Camat Pasar Rebo, Mujiono mengatakan, Masjid Tjia Kang Hoo memadukan arsitektur agama Islam, budaya Tionghoa, dan Betawi diharapkan dapat menjadi mualaf center. Tidak hanya menjadi contoh toleransi beragama dan budaya.
Menjadi tempat melakukan pembinaan dan pendampingan kepada warga yang baru menjadi mualaf atau baru menganut agama Islam, sehingga banyak hal hendak dipelajari.
“Di samping menjadi tempat peribadatan dan kegiatan Islami, bisa menjadi wadah atau sarana bersilaturahmi dan belajar bagi mualaf. Atau menjadi mualaf center,” kata Mujiono pada wartawan, Jumat (31/3).
Etnis Tionghoa muslim yang bermukim di sekitar Masjid Tjia Kang Hoo awalnya merupakan mualaf, sehingga diharapkan dapat membantu memberi pendampingan kepada mualaf.
Nama Tjia Kang Hoo digunakan untuk masjid pun diambil dari nama almarhum seorang warga, yakni Tjia merupakan Marga sementara Kang Hoo merupakan nama Tionghoa.
Anak Tjia Kang Hoo, Budiyanto Tjia lah yang mendirikan masjid itu pada lahan seluas 793 meter persegi dan bangunan seluas 297,5 meter persegi dengan kapasitas tampung jemaah sekitar 240.
“Bagus sekali masjid tersebut. Saya diundang saat peletakan batu pertama pembangunan masjid. Sangat penuh haru, karena anggota keluarga besar mereka memiliki berbagai keyakinan,” ujarnya.
Mujiono mengatakan, toleransi beragama dan budaya di lingkungan Masjid Tjia Kang Hoo juga terjalin baik sejak dulu, baik antara etnis Tionghoa dengan warga Betawi asli sekitar.
Diharapkannya, setelah pembangunan Masjid Tjia Kang Hoo nantinya rampung, masjid itu juga dapat menjadi ikon wisata religi di Kecamatan Pasar Rebo karena memiliki arsitektur indah. “Berharap demikian,” tukasnya.
Nantinya, Masjid Tjia Kang Hoo bakal memiliki lima bagian pagoda yang mencerminkan Rukun Islam, yakni syahadat, salat, zakat, puasa, dan naik haji bagi yang mampu.
Bagian pagoda pada atap induk terdiri dari tiga susun. Mencerminkan rukun atau kerangka dasar beragama yang benar sebagai jalan menuju Surga yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Pagoda kecil dibangun dua susun memiliki arti untuk mencapai kebahagiaan dunia, akhirat perlu ditempuh hubungan dengan Allah dan sesama makhluk hidup, baik manusia maupun mahluk hidup lain.
Ciri bangunan budaya Tionghoa tampak pada bentuk pagoda, sudut atap, warna merah, dan sejumlah ornamen yang menunjukkan asal mayoritas warga sebagai etnis Tionghoa.
Sedangkan ciri bangunan Betawi terlihat dari gigi balang atau bagian yang ada pada tepi atap rumah-rumah masyarakat Betawi berbentuk segitiga dan bulatan, ornamen ini dipasang pada lisplang.
“Memang inginnya Masjid model China, karena lingkungan di sini China semua. Inginnya kita kayak merangkul, ingin menyiarkan Islam,” tutur Wildan Hakiki.
Sebelumnya, sebagai referensi dalam pembangunan masjid tersebut melihat pada arsitektur bangunan Masjid Raya Cheng Ho Surabaya, Masjid Babah Alun di Jakarta Utara. Dan untuk ukirannya melihat dari Petak Sembilan.
Lebih jauh, dikatakannya, nama Tjia Kang Hoo yang digunakan untuk masjid pun diambil dari nama Almarhum kakek Wildan yakni Tjia merupakan Marga sementara Kang Hoo merupakan nama Tionghoa.
Setelah menganut agama Islam Tjia Kang Hoo berganti nama menjadi Abdul Sholeh sejak sekitar Tahun 1980 silam menjadi mualaf, dan semasa hidup sudah menunaikan ibadah Haji.
“Ini dulu rumah engkong saya terus dibongkar, dihancurin diratakan semua sampai dibangun masjid ini. Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan tanggal 8 Oktober 2022,” tutup Wildan. (Joesvicar Iqbal)