IPOL.ID – Alka Rataja, 8, warga Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur hanya bisa meratap melihat anak-anak sebayanya belajar di sekolah.
Ketika anak seusianya sudah duduk di bangku sekolah dasar (SD), Alka justru belum pernah mengenyam pendidikan formal yang disebut pemerintah perlu untuk menelurkan penerus bangsa.
Tidak berharap seragam, sepatu, dan perlengkapan sekolah baru, bertahun-tahun sudah Alka bermimpi dapat bersekolah. Namun belum juga terwujud sampai saat ini.
Ayah Alka, Abdullah menuturkan, anak semata wayangnya tersebut sudah berharap dapat mengenyam pendidikan sebagaimana umumnya anak-anak sejak usia enam tahun.
“Awalnya pas mengaji dia diledek teman-temannya. Katanya ‘enggak sekolah-enggak sekolah’. Pas pulang langsung minta saya biar sekolah,” ujar Abdullah di Jakarta Timur, Jumat (14/4).
Lebih jauh, Abdullah mengerti betul pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Sayangnya dia tidak dapat berbuat banyak karena terkendala masalah biaya serta berkas kependudukan dan catatan sipil.
Abdullah yang kini bekerja sebagai petugas keamanan di satu kafe wilayah Kelurahan Kalisari tidak memiliki cukup uang dalam memberikan akses pendidikan kepada Alka.
Abdullah dan Alka pun menumpang pada pos keamanan kafe tempat Abdullah bekerja. Mereka menempati ruang kecil di bawah tangga atas persetujuan pemilik.
“Pas Alka cerita diledek temannya saya hanya bisa bilang ‘sabar ya nak. Papah belum ada biaya, sabar. Suatu saat Alka pasti sekolah kok’. Saya berusaha biar Alka bisa sekolah,” tutur Abdullah menguatkan.
Perasaan sedih, bercampur kalut, dan merasa tidak berdaya sebagai orang tua merundung Abdullah. Karena belum bisa mewujudkan mimpi anaknya untuk dapat mengenyam pendidikan.
Selain soal biaya, Abdullah mengungkapkan, kendala lain dalam menyekolahkan anaknya karena dia dan Alka belum memiliki dokumen administrasi catatan kependudukan yang lengkap.
Sebagai orang tua, Abdullah pada status kependudukannya hingga kini dia belum tercatat secara resmi sudah menikah. Sedangkan Alka belum memiliki akta kelahiran.
Ibu kandung Alka memilih pergi sejak Alka masih berusia satu tahun dan belum mengerti apa-apa, sehingga kini Abdullah merangkap peran sebagai seorang ayah sekaligus ibu.
“Saya ingin memperjuangkan anak saya biar sekolah. Biar masa depannya cerah, tidak seperti saya. Dia (Alka) yang saya perjuangkan untuk bersekolah. Keinginan belajar dia kuat,” tuturnya.
Abdullah sebenarnya sudah berupaya mendatangi kantor Kelurahan Kalisari untuk proses membuat akta kelahiran anaknya sebagai berkas pendaftaran sekolah.
Namun karena pembuatan akta kelahiran dilakukan di kantor Sudin Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Timur, Abdullah terkendala waktu untuk datang langsung mengurus.
“Dari pihak kelurahan sudah membantu kepengurusan surat-surat. Tapi saya belum bisa ke sana (kantor Sudin Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Timur),” kata Abdullah.
Meski belum bersekolah, Abdullah sudah berupaya memastikan agar buah hatinya mendapat akses pendidikan dengan cara mengajari Alka belajar membaca, berhitung dan mengaji.
Tidak ada alat bantu belajar yang digunakan dan ruangan layak untuk Alka belajar. Namun semangat tinggi Alka untuk membuatnya kini sudah fasih membaca, menulis, dan berhitung dasar.
Dalam belajar membaca dan menulis Alka hanya menggunakan selebaran pendidikan yang diberikan Abdullah. Sedangkan untuk berhitung Alka hanya menggunakan secarik kertas.
“Dari usia lima tahun sudah saya ajari belajar membaca, menulis, berhitung. Saya kasih PR (pekerjaan rumah) juga. Setiap hari pasti belajar, minimal 30 menit sampai satu jam,” beber Abdullah.
Kini Abdullah dan Alka hanya bisa berharap adanya bantuan dari Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Timur, atau pihak lainnya yang dapat membantu Alka agar dapat bersekolah seperti anak-anak lain pada umumnya. (Joesvicar Iqbal)