IPOL.ID – Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar mendorong penyidik Bareskrim Polri kembali mengusut kasus dugaan penipuan dengan tersangka Komisaris Utama PT Kalpataru atau PT Mahakam Sawit Plantation Group/MSPG Burhanuddin dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pasalnya, Burhanuddin diduga telah menyamarkan hasil kejahatan mengagunkan sertifikat hasil kejahatan diagunkan ke bank seolah-olah mencari pinjaman.
“Ini adalah TPPU, TPPU itu menyamarkan hasil kejahatan, artinya jika seseorang melakukan kejahatan (korupsi misalnya) hasil uangnya dibelikan tanah atas nama orang lain. Dalam kasus ini, sertifikat hasil kejahatan diagunkan ke bank seolah-olah cari pinjaman bisa dikatakan sebagai TPPU,” kata Fickar kepada wartawan menanggapi kasus tersebut, Senin (17/4), di Jakarta.
Menurutnya, dengan menerapkan pasal TPPU, penyidik akan melakukan sita dan blokir sertifikat tanah. Selanjutnya sertifikat tanah yang telah disita tersebut kembali pada pemiliknya yang sah.
Apalagi diduga sertifikat tanah Burhanuddin digadaikan lagi ke BDFK afiliasi bank QNB Qatar. Maka sejatinya penjualan cessie dari bank QNB Indonesia kepada BDFK adalah ilegal karena masih ada masalah pidana atau pun perdata.
Karena itu, dia berharap Bareskrim sebaiknya bisa menjalankan penyidikan TPPU dan hakim dalam putusanya merekomedasikan penyidik Sita Eksekusi dan Sita Sertifikat Tanah tersebut.
Diketahui, dalam kasus penipuan ini tersangka Burhanuddin awalnya menjual tanah ke Freddy Tjandra. Namun setelah lunas, Burhanuddin meminjam sertifikat dengan alasannya untuk balik nama.
Namun sertifikat lahan seluas 500 ribu meter persegi yang telah dijual malah dijaminkan Burhanuddin di Bank Qatar National Bank (QNB) Indonesia. Sehingga Burhanuddin dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Anehnya hingga kini, sertifikat tanah tak pernah ada. Penyidik juga tak melakukan sita atau pemblokiran.
Menurut Fickar, penyidik harusnya melakukan sita dan blokir sertifikat tanah sebagai alat bukti. Muncul dugaan tersangka Burhanuddin dan penyidik ‘main mata’ sehinggat tak dilakukan penyitaan dan pemblokiran.
“Soal dugaan main mata itu memang sulit untuk membutikan, tetapi seharusnya kepolisian menyita barang bukti kejahatan yang berupa sertifikat itu,” kata Fickar menandaskan.
Sementara itu saat dikonfirmasi tak diblokir dan sita sertifikat tanah, Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana meminta media untuk menanyakan ke penyidik Bareskrim Polri.
“Kalau ini (blokir sertifikat tanah) tanyakan ke penyidik ya,” kata Ketut yang dihubungi secara terpisah.
Sebelumnya kasus penipuan dengan tersangka Burhanuddin bersama Muhammad Ali mendapat perhatian publik, karena dua bulan dinyatakan lengkap oleh jaksa tapi tak kunjung dilimpahkan ke pengadilan.
Namun tak lama setelah ramai diberitakan, berkas perkaranya langsung dilimpahkan kejaksaan ke pengadilan dan siap untuk disidangkan.
Kasus ini berawal dari laporan Freddy Tjandra terhadap Burhanudin dan Muhammad Ali atas dugaan kasus penipuan dengan menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akte autentik, dengan maksud menggunakan akta tersebut untuk penipuan jual beli tanah di Desa Kedawung Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Subang, Jawa Barat pada 2016 silam.
Seperti diketahui, tersangka Burhanuddin dan Muhammad Alli ini juga sebelumnya pernah terlibat kasus serupa dan ditangkap oleh Bareskrim Polri atas dugaan penipuan terhadap PT Wika Beton dan PT Sinar Indahjaya Kencana dengan kerugian sebesar Rp 233 miliar.
Kasus penipuan yang terjadi pada tahun 2016 silam itu kemudian dilaporkan PT Wika Beton ke Bareskrim terkait sertifikat lahan seluas 500 ribu meter persegi yang dibeli dari PT Agrawisesa Widyatama di Desa Karangmukti, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Namun hingga kini sertifikat lahannya tidak ada, diduga telah dijaminkan Burhanuddin di Bank Qatar National Bank (QNB) Indonesia.
Namun saat pelimpahan tahap II di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tersangka Muhammad Ali berhasil kabur. Dan hingga kini dia masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) Kejari Jaksel maupun Bareskrim Polri (atas kasus yang baru).
Sedangkan Burhanuddin yang menjadi tersangka kasus tersebut telah divonis 3 tahun 10 bulan penjara. Dia telah menjalani masa hukumannya 1,5 tahun penjara.(Msb/Yudha Krastawan)