IPOL.ID – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manthovani mengakui tren Restorative Justice (RJ) atau penyelesaian perkara di luar pengadilan saat ini semakin meningkat.
“Saat ini tren RJ semakin meningkat, terutama untuk perkara yang ringan, karena proses RJ merupakan tujuan pidana untuk memperoleh keadilan,” terangnya dikutip dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (5/5).
Dia juga menjelaskan bahwa dalam KUHP baru, terdapat Pasal 132 ayat (1) huruf G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk meng-RJ kan, sehingga perkara dapat diselesaikan di luar proses peradilan.
Mantan Kajati Banten ini pun menyatakan proses RJ sebenarnya sudah ada dalam sistem peradilan pidana anak yang disebut diversi, dimana dalam proses mulai penyidikan wajib menawarkan perdamaian.
Menurutnya, hal ini adalah hal yang bagus dan bisa ditiru bukan hanya dalam sistem pidana peradilan anak, tetapi juga dalam sistem pidana peradilan umum.
Dia memberikan contoh aturan RJ parsial di berbagai lembaga, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan, yang sudah bulat mengarah ke RJ. Namun, meskipun ada kesepahaman para APH dalam penerapan RJ, masih terdapat perbedaan karena penerapannya masih bersifat parsial. Salah satu contoh di kejaksaan adalah RJ bisa diterapkan pada kasus pidana yang ancaman hukumnya kurang dari 5 tahun dan kerugian di bawah Rp2,5 juta.