Ya, pada 2018 angka daya beli LGBT dunia telah menyentuh USD3,7 Triliun, dan naik menjadi USD3,9 triliun pada 2019. Jika menggunakan nilai tukar rupiah terkuat terhadap USD pada 2019, jumlahnya sekitar Rp51 kuadriliun, atau sekitar Rp51 ribu triliun, atau setara dengan 109 kali pembangunan ibu kota baru untuk Indonesia, atau setara dengan 256 juta kali pengadaan walimah pernikahan seharga Rp200 juta.
Maka tak heran, jika komunitas LGBT disebut-sebut sebagai masa depan ekonomi Amerika. Meski menjadi minoritas, namun pada 2012 saja (yang mana jumlahnya selalu naik dari tahun ke tahun), LGBT sudah menempati urutan ke-3 pasar terbanyak dari segi daya beli – mengalahkan Asian-American yang berada di posisi keempat.

Hanya mengampanyekan aksi boikot dari membeli produk mereka, jelas tak ada pengaruhnya.