IPOL.ID – Dugaan eksploitasi anak untuk kampanye saat pileg dan pilpres menjadi sorotan. Apalagi, tidak sedikit anak di negeri ini cenderung dilibatkan dalam aktivitas politik praktis.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Bawaslu harus melakukan pengawasan ekstra terkait keterlibatan anak-anak saat kampanye.
“15 bentuk penyalahgunaan, eksploitasi, dan kekerasan terhadap anak yang terjadi selama masa kampanye hingga masa sesudah pengumuman hasil pemilu/pilkada, tercatat dalam 10 tahun terakhir,” ujar komisioner KPAI, Sylvana Apituley, Rabu (23/8).
Sylvana mengatakan, bentuk-bentuk pelanggaran hak anak itu terjadi sejak Pemilu dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2014, 2019, termasuk enam bulan terakhir ini. Penyalahgunaan hingga eksploitasi anak ini terjadi pada masa sosialisasi dan kampanye peserta pemilu dengan berbagai modus yang bervariasi.
“Misalnya, penyalahgunaan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, dan atau tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye. Lalu, mobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon kepala daerah,” ujarnya lagi.
Selain itu, ditemukan pula bentuk penyalahgunaan anak yang “dipakai” sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih calon anggota legislatif, presiden, atau partai politik tertentu. “Kemudian, memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara,” kata Sylvana.
Tidak hanya disitu, upaya ekploitasi anak untuk kampanye “Serta memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon presiden, kepala daerah, anggota legislatif, atau parpol tertentu,” ujarnya melanjutkan lagi.
Oleh karena itu, KPAI menyesalkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XVI/2023 yang pada intinya memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan dengan sejumlah syarat.(Sofian)
Bawaslu Diminta Awasi Pelanggaran Eksploitasi Anak untuk Kampanye
