IPOL.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur yang menutup tempat usaha perajin arang batok di kawasan perumahan Jalan Anggrek, RT 04/RW 02, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, diprotes.
Andi Lukman selaku perajin arang batok memprotes dan mengaku kecewa dengan adanya penutupan tempat usahanya tersebut. Lantaran upah kompensasi yang diberikan Pemkot dan jajaran tidak sebanding dengan pendapatan dia dengan durasi satu minggu.
“Sebenarnya saya tidak mau menerima uangnya, tapi saya mau tidak mau tidak akan melawan kebijakan pemerintah, seharusnya kalau satu minggu itu bisa Rp8 juta dapatnya,” ujar Andi ditemui awak media di lokasi kawasan Lubang Buaya, Selasa (29/8) siang.
Sedangkan untuk biaya pengeluaran operasional usaha pembuatan arang itu ditafsir rutin lebih dari angka Rp 4,2 juta, sebagai upah kompensasi dari Pemkot.
Melalui seorang karyawan yakni Dian Ardian, Andi sementara waktu hanya bisa pasrah meliburkan total 12 karyawannya.
“Ya masih minim dapet kompensasi seperti itu, belum biaya transportasi, belum karyawan gaji,” ungkap Dian.
Menurut Andi, Pemkot Jakarta Timur dinilai tidak profesional dalam menegakkan aturan tersebut, mengingat hanya beberapa tempat saja beroperasi berkaitan pembakaran diarahkan untuk penutupan sementara.
“Tidak profesional deh pokoknya pemerintah untuk hal ini,” ucap Andi.
Kemudian Dian pun melanjutkan, Pemkot sudah seharusnya bersikap adil dengan keputusan penegakan aturan penutupan tempat yang berkaitan beroperasi dengan pembakaran.
Sebab, dia mengaku, masih melihat beberapa pabrik besar berkaitan dengan pembakaran tetap beroperasi.
Sehingga dirinya mempertanyakan sikap pemerintah yang hanya memfokuskan penerapan aturan kepada khalayak kecil.
“Pemerintah saya rasa belum objektif melakukan segel ke tempat ini (Perajin arang Andi) karena saya masih lihat pabrik besar di Jakarta seperti batu bara maupun pabrik tahu masih beroperasi,” tandasnya.
Menurut Dian, pabrik besar justru memiliki dampak lebih besar, jika dibandingkan tempat perajin arang milik Andi.
“Asapnya kan lebih besar pabrik besar jika dibandingkan tempat ini (tempat perajin Arang milik Andi) yang lokasinya juga di dalam jauh dari pemukiman warga,” beber Dian.
Kini Andi, Dian, beserta karyawan lainnya itu hanya bisa menunggu waktu untuk kembali dapat beroperasi sesuai batas waktu peraturan Pemkot hingga Kamis (31/8).
Sebagai informasi, guna menekan kualitas udara buruk, Pemkot Jakarta Timur menutup pabrik yang beroperasi pembuatan arang di kawasan perumahan Jalan Anggrek, RT 04/RW 02, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Kamis (24/8).
“Kami menindaklanjuti aduan masyarakat dari aplikasi Cepat Respon Masyarakat (CRM) terkait pencemaran udara di wilayah Jakarta Timur, lokasi pencemaran udara di pabrik arang rumahan,” terang Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Timur, Eko Gumelar saat penutupan pabrik arang, Kamis (24/8).
Total 24 petugas gabungan dari Sudin Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Timur, Kelurahan Lubang Buaya, Satpol PP, Satgas Penindakan Hukum Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup, juga Kehutanan dikerahkan guna penutupan pabrik tersebut.
Penutupan pabrik, sambung Eko, untuk memutus pencemaran udara lingkungan sekitar.
“Adanya pencemaran udara, kami langsung melakukan pengecekan di seluruh wilayah Jakarta Timur dan Kasatpel LH Jakarta Timur untuk mencari informasi pencemaran udara itu, seperti pembakaran sampah ilegal dan sebagainya, kami langsung memasang spanduk dan menyetop kegiatan pembakaran arang tersebut,” jelasnya.
Ditegaskannya, apabila pemilik pabrik tersebut masih ditemukan beroperasi akan dikenakan sanksi, antara lain denda hingga Rp5 miliar.
“Kami meminta kepada pemilik menghentikan kegiatan yang sudah dilakukan selama ini. Jika masih melakukan hal sama akan dikenakan sanksi penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dari Kementerian Lingkungan Hidup tentang pengelolaan sampah,” tutup Eko. (Joesvicar Iqbal)