Sementara, bila ada keinginan untuk menetapkan perlunya pelantikan serentak bagi kepala daerah terpilih, maka varibel ini tidak harus dikaitkan dengan jadwal pilkadanya.
“Tetapkan saja, misalnya pelantikan kepala daerah terpilih selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah hari pencoblosan. Jadi sekitar bulan Pebruari 2025.
Bila ada jadwal pelantikan yang seharusnya dilakukan tahun 2026, maka tetap dimajukan pada tahun 2025 pelantikannya. Dan kepada kepala daerah yang terkena kebijakan ini diberikan kompensasi yang wajar dan masuk akal. Jadi kepala daerah yang baru terpilih bisa langsung berkerja, tidak harus menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah sebelumnya,” katanya.
Jadwal pelantikan serentak, idealnya harus didukung supaya terjadi sinkronisasi perencanaan pembangunan di daerah dengan rencana pembangunan pemerintah pusat.
“Apalagi selama ini jadwal pelantikan tidak pernah diatur secara khusus dalam undang-undang, “makaide pelantikan serentak lebih masuk akal. Dijamin, wacana ini tidak akan menimbulkan kegaduhan baru jelang naiknya suhu politik pemilu.
Bila terpaksa tetap harus diubah karena alasan keamanan dan ketertiban terkait kemampuan aparat keamanan memobilisasi pasukannya, maka pilkada Nopember 2024 bisa saja dijadikan dua kali pilkada. Ada gelombang pertama sebagai tahap awal, kemudian disusul gelombang pilkada tahap kedua yang dilaksanakan pada 27 Nopember 2024. Gelombang pertama bisa saja digelar satu atau dua minggu sebelum 27 Nopember 2024, jangka waktu yang sangat cukup bagi aparat kepolisian dan TNI memobilisasi pasukannya yang terbatas jumlahnya itu,” tutupnya. (Sofian)