IPOL.ID – Mantan Direktur Keuangan PT. Kaltim Elektrik Power (PT. KEP), Marsudi Sukmono dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang ke-10, perkara penggelapan aset PT. Duta Manuntung (PT. DM). Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Balikpapan tersebut mendudukkan mantan Direktur Utama PT. DM, Zainal Muttaqin sebagai terdakwa. Ia juga adalah mantan petinggi Jawa Pos Grup.
Marsudi Sukmono mengaku pertama kali bergabung PT. Duta Manuntung pada tahun 2003 sebagai staf keuangan. “Saya mendapatkan tugas mengerjakan laporan keuangan anak usaha PT. Duta Manuntung, seperti Samarinda Pos,” kata Sukmo menjawab pertanyaan JPU pada Selasa (24/10/2023).
Setelah itu ia ditugaskan pada perusahaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PT. KEP. Pada tahun 2013 diangkat sebagai direktur keuangan PT. Lombok Energi Dinamika (PT. LED). Tahun 2014 diangkat sebagai direktur keuangan PT. Cahaya Fajar Kaltim PT. CFK. Dan pada tahun 2015 diangkat sebagai direktur keuangan PT. Indonesia Energi Dinamika (PT. IED).
Ketika membangun PLTU milik PT. IED itulah, menurut Sukmono, diajukan kredit kepada Bank Mandiri sebesar Rp4,5 triliun. Pihak bank meminta jaminan tambahan.
“Pak Zainal selaku salah satu pemegang saham PT. KEP lantas menyediakan jaminan tambahan itu berupa sertifikat nomor 1313, 3146 dan 2863,” katanya.
Menurut Sukmono, ketiga sertifikat itu selanjutnya diserahkan kepada notaris di Balikpapan yang ditunjuk pihak bank, yakni Melanie Miensye Sohandjaja. “Ternyata yang diterima hanya dua sertifikat. Yang nomor 2863 dikembalikan,” ungkapnya.
JPU Afrianto dari Kejaksaan Agung Jakarta juga menanyakan, ketiga sertifikat itu milik siapa? “Setahu saya yang tercantum di sertifikat itu nama Pak Zainal Muttaqin,” jawab Sukmo.
Jaksa Afriyanto yang kali ini tidak didampingi rekannya Jaksa Sangadji, menanyakan, apa resikonya jika tidak ada jaminan tambahan berupa sertifikat itu? “Mungkin proses kreditnya bisa lebih panjang,” jawab Sukmo.
Minta Dahlan Iskan Dihadirkan
Hakim Ketua Ibrahim Palino, yang juga Ketua Pengadilan Negeri Balikpapan, selanjutnya memberikan kesempatan kepada penasihat hukum (PH) terdakwa, Sugeng Teguh Santoso, untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi Sukmo.
Sugeng membuka lembaran surat, yang disebutnya dari direksi PT. Jawa Pos Holding. Itu adalah surat yang isinya tagihan hutang kepada Dahlan Iskan. Jumlahnya Rp900 miliar lebih.
Dahlan Iskan adalah pemegang saham mayoritas PT. KEP, sebesar 85 persen. Yang 15 persen tercatat sebagai saham milik Zainal Muttaqin.
“Apakah saudara saksi mengetahui adanya surat tagihan ini?” tanya Sugeng.
“Tidak tahu,” jawab Sukmo lugas.
Atas jawaban Sukmo itu, Sugeng meminta kepada Majelis Hakim untuk menghadirkan Dahlan Iskan sebagai saksi. Karena Dahlan Iskan ada memberikan keterangan kepada penyidik Bareskrim Mabes Polri. Tercatat pada tanggal 25 Januari 2023. Dan kesaksian Dahlan Iskan itu disertakan di dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang disusun oleh tim JPU.
“Pak Dahlan sedang berobat di Tienjin Cina,” kata Jaksa Afrianto. “Karena itu kami tidak bisa menghadirkan Pak Dahlan untuk bersaksi di persidangan ini,” sambung Afrianto.
Sugeng tetap bersikukuh meminta kepada Hakim Ketua agar Dahlan Iskan dihadirkan. Karena menurut Sugeng, dengan adanya surat tagihan itu, Dahlan Iskan kemudian melepaskan sahamnya yang mayoritas di PT. Duta Manuntung. Sejak adanya perubahan pemegang saham mayoritas di PT. DM pada tahun 2016, sejak itu pula ada klaim terhadap sertifikat milik Zainal Muttaqin, diakui sebagai milik PT. Duta Manuntung. “Padahal sebelum adanya perubahan pemegang saham itu, tidak ada klaim-klaim seperti itu,” tegas Sugeng.
Hakim Ketua Ibrahim Palino pun berusaha menengahi. Mengingatkan kepada JPU untuk menghadirkan Dahlan Iskan sebagai saksi. “Silakan disurati saudara Dahlan Iskan untuk bersaksi. Jika sakit, perlu ada surat keterangan sakitnya,” kata Hakim Ketua Ibrahim Palino mengingatkan JPU.
Jika terpaksa, lanjut Ibrahim, kesaksian saudara Dahlan Iskan bisa melalui zoom.
Menjelang akhir sidang, Hakim Ketua Ibrahim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menanggapi kesaksian Marsudi Sukmono. “Tidak ada keberatan dari saya Yang Mulia,” jawab Zam, demikian terdakwa akrab disapa. (*)