IPOL.ID – Tuntutan hukuman mati dan pemecatan dinas militer terhadap tiga terdakwa oknum anggota sesuai dengan harapan dari keluarga Imam Masykur.
Ketiga terdakwa yakni Praka Riswandi Manik, oknum anggota Paspampres, Praka Heri Sandi, oknum anggota Direktorat Topografi TNI AD, Praka Jasmowir, oknum anggota Kodam Iskandar Muda.
Tim penasihat hukum keluarga Imam Masykur, Putri Maya Rumanti mengatakan, tuntutan dari Oditur Militer selaku penuntut umum dalam peradilan militer tersebut sesuai dengan harapan keluarga.
“Alhamdulillah sesuai apa yang kita harapkan. Penerapan Pasal 340 KUHP dengan tuntutan pidana mati, itu menurut kami sudah sangat maksimal,” tutur Putri, Senin (27/11).
Tim penasihat hukum berharap Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta yang mengadili perkara nantinya dapat menjatuhkan vonis seusai dengan tuntutan Oditur Militer.
Nantinya, pihak keluarga Imam pun berencana hadir langsung di Pengadilan Militer II-08 Jakarta saat sidang putusan tiga terdakwa dalam perkara pembunuhan berencana itu.
“Untuk hari ini (kemarin) sangat memuaskan hasilnya dan kita tinggal menunggu putusan dua minggu nanti setelah pleidoi (dari terdakwa). InsyaAllah ketika putusan akan kita hadirkan keluarga,” kata Putri.
Dalam sidang tuntutan, Oditur Militer menyatakan ketiga terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana diatur Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Karena sebelum kejadian para terdakwa sudah menyiapkan segala perlengkapan menculik, melakukan penganiayaan, hingga membuang jasad korban untuk menghilangkan jejak tersangka.
Di antaranya menyiapkan mobil sewaan yang digunakan untuk menculik dan membuang jasad korban, dan kabel listrik dengan panjang sekitar 50 sentimeter untuk mencambuk Imam Masykur.
Kepala Oditurat Militer II-07 Jakarta, Kolonel Kum Riswandono Hariyadi juga menyatakan terdapat rentan waktu bagi ketiga terdakwa untuk merencanakan membuang jasad Imam Masykur.
“Oditur yakin berdasar fakta yang terungkap di persidangan perbuatan para terdakwa tergolong sadis, tidak manusiawi, di luar batas perikemanusiaan,” tegas Riswandono.
Hal ini merujuk hasil Visum et Repertum dokter forensik Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto bahwa Imam Masykur mengalami pendarahan di otak akibat dianiaya.
Kemudian luka memar akibat akumulasi pukulan tangan kosong dan menggunakan handy talkie, tendangan ke rahang, penganiayaan di leher hingga batang lidah Imam Masykur patah.
“Ini mengakibatkan saluran pernapasan korban terganggu. Mengakibatkan korban cepat meninggal, jadi kalaupun tidak patah batang lidah korban tetap meninggal,” tutup Riswandono. (Joesvicar Iqbal)