Berdasarkan telaah terhadap Pergub DKI Nomor 12 Tahun 2016 itu, maka sangat mengherankan jika Bawaslu Jakarta Pusat merasa dirinya berwenang memutuskan Gibran membagi-bagikan susu di HBKB sebagai “pelanggaran hukum”, sementara Pergub DKI itu sama sekali tidak berisikan suatu norma hukum yang disertai dengan sanksi apa pun, melainkan aturan-aturan yang bersifat persuasif dan paling jauh hanya bercorak “penertiban” belaka.
Kesimpulan yang diambil Bawaslu DKI telah bukan saja tidak profesional, tetapi juga tidak proporsional serta melampaui tugas dan kewenangannya.
“Ini bisa dianggap sebagai pelanggaran etik yang patut diperhatikan oleh Bawaslu Jakarta Pusat. Sebab jika ada pihak yang melaporkan adanya dugaan pelanggaran etik, bukan mustahil Para Anggota Bawaslu Jakpus itu akan diperiksa oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP,” tegas Yusril.
Pihak Gibran sejauh ini belum akan mengambil langkah apa pun terhadap Bawaslu Jakarta Pusat, kecuali menghimbau agar lembaga pengawas pemilu itu jangan “over acting” dalam melakukan tugas sesuai kewenangannya.