IPOL.ID – Sebanyak 240 narapida kasus korupsi mendapatkan remisi hari raya Idul Fitri. Satu di antaranya yang mendapatkan potongan masa hukuman adalah terpidana kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP), Setya Novanto.
IM57+ Institute menilai pemberian remisi terhadap koruptor akan memberikan efek buruk secara luas. Hal itu karena masyarakat bakal melihat pengurangan hukuman bagi para koruptor menjadi sinyal lemahnya kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Terlebih pemberian remisi kepada koruptor bakal berdampak lebih buruk terhadap pemberantasan korupsi maupun institusi KPK yang berada di titik nadir akibat sederet kontroversi.
“Jangan sampai ada kesan, KPK lama sudah susah payah menangkap koruptor, pascarevisi UU KPK ada upaya dari pemerintah untuk meringankan sanksi,” ujar Ketua IM57+ Praswad Nugraha melalui siaran pers dikutip Minggu (14/4/2024).
Mantan penyidik KPK ini mengatakan bahwa kasus korupsi memiliki dampak yang sangat luar karena mengintervensi kepentinngan publik. Oleh sebab itu, dia menilai berbagai bentuk peringanan hukuman kepada pelaku korupsi perlu dilakukan secara hati-hati, sebelum maupun setelah eksekusi putusan pengadilan.
Terkait kasus Setnov, Praswad mempertanyakan apabila politisi tersebut layak mendapatkan remisi mengingat berbagai manuver yang dilakukan untuk menghindari penegakan hukum.
Sebelumnya, Setnov juga telah mendapatkan remisi pada Idul Fitri 2023 lalu bersama dengan 206 terpidana lainnya di Lapas Sukamiskin. Diketahui, Setnov dijatuhi hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan atas keterlibatannya pada kasus e-KTP.
Dalam tahap penyidikan, Setnov melakukan berbagai manuver untuk menghindari proses hukum mulai dari manuver politik hingga alasan kesehatan. Insiden tabrakan mobil Setnov sebelum dia ditahan KPK dikenal masyarakat akibat klaim pengacaranya soal benjol bakpao.
“Hal tersebut mengingat upaya yang dilakukan SN (Setya Novanto) tidak dapat dianggap main-main. Mulai dari rekayasa sakitnya dia sampai berbagai upaya intervensi politik,” ujar Praswad.(Yudha Krastawan)