IPOL.ID- Fasos dan fasum di Jakarta terus menjadi sorotan. Apalagi, persoalan tersebut menjadi catatan pihak BPK RI.
Ketua Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta Mujiyono meminta Pemprov DKI Jakarta meminta langkah konkret untuk mengejar kewajiban pengembang.
“Masa dari tahun sekian tidak ada langkah konkret. Jika terus menjadi catatan seperti ini, ya terus menumpuk dalam catatan laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta,” kata Mujiyono usai rapat kerja terkait fasos-fasum di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Jumat (19/4).
Tercatat, sebanyak 1.311 Surat Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang sejak tahun 1971 hingga kini belum menyerahkan kewajiban berupa fasos-fasum.
Padahal, kata Mujiyono, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu memberikan predikat wajar tanpa pengecualian dalam enam tahun terakhir ini. Catatan BPK tersebut selalu menyoroti masalah aset Pemprov DKI Jakarta yang salah satunya terkait kewajiban pengembang soal fasos-fasum.
“Jadi tanda tanya besar, laporan keuangan mendapat predikat WTP, tapi masih banyak problem seperti ini. Makanya, kami menginisiasi melakukan rapat kerja soal fasos-fasum. Dan ternyata, kami temukan banyak hal yang menjadi pertanyaan besar,” ujar Mujiyono.
Mujiyono menyebut misalnya dari laporan yang diterimanya ada nama pengembang CV Harapan Baru mendapatkan SIPPT tahun 1971 dengan luasan lahan 148 ribu meter persegi untuk pengembangan perumahan di Jelambar, Jakarta Barat.
“Contoh dari tahun 1971,ada CV Harapan Baru, mendapatkan SIPTT dengan luas tanah 140 ribu meter persegi di Jelambar, Jakarta Barat untuk membangun perumahan. Kewajiban pengembang, kita tidak pernah tahu berapa besarannya,” ungkap Mujiyono.(Sofian)