IPOL.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan seorang tersangka baru kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Pensiun (Dapen) Bukit Asam Tahun 2013-2018. Tersangka berinisial MS selaku Direktur Investasi dan Pengembangan Dana Pensiun Bukit Asam Tahun 2015-2017.
Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Sahron Hasibuan menyampaikan, MS ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-4162/M.1/Fd.1/04/2024 tanggal 23 April 2024.
“Selanjutnya untuk kepentingan penyidikan, tersangka MS langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari kedepan,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (24/4/2024) malam.
Sahron menjelaskan, tersangka MS selaku Direktur Investasi dan Pengembangan Dana Pensiun PT BA Tahun 2015–2017 bersama-sama tersangka ZH selaku Direktur Utama (Dirut) Dana Pensiun PT BA yang juga telah ditahan melakukan penempatan investasi pada Reksadana di sejumlah perusahaan yang diduga melawan hukum.
Adapun penempatan investasi tersebut pada Reksadana Millenium Equity Growth Fund dan Millenium Dynamic Equity Fund, saham LCGP dan saham ARTI yang tidak didasari Memorandum Analisis Investasi (MAI) sebagaimana yang disyaratkan dalam Pedoman Operasional Investasi Dana Pensiun Bukit Asam.
“Investasi Reksadana Millenium Equity Growth Fund dan Reksadana Millenium Dynamic Equity Fund dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan tersangka AC (telah dilakukan penahanan) selaku owner PT Millenium Capital Manajemen (PT MCM),” ujarnya.
Adapun investasi Saham LCGP dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan tersangka SAA (telah dilakukan penahanan) selaku perantara (broker), dan investasi Saham ARTI dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan tersangka RH (telah dilakukan penahanan) selaku Konsultan Keuangan PT Rabu Prabu Energy.
Menurut Sahron, tersangka MS selaku Direktur Investasi dan Pengembangan Dana Pensiun Bukit Asam Tahun 2015 sampai dengan 2017 bersama-sama dengam Tersangka ZH (telah dilakukan penahanan) selaku Direktur Utama Dana Pensiun Bukit Asam telah melakukan Penempatan Investasi pada Reksadana (Reksadana Millenium Equity Growth Fund dan Millenium Dynamic Equity Fund), Saham LCGP dan Saham ARTI yang tidak didasari Memorandum Analisis Investasi (MAI).
Hal itu tidak sebagaimana yang disyaratkan dalam Pedoman Operasional Investasi Dana Pensiun Bukit Asam, melainkan investasi Reksadana Millenium Equity Growth Fund dan Reksadana Millenium Dynamic Equity Fund.
Hal tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan tersangka AC (telah dilakukan penahanan) selaku owner PT Millenium Capital Manajemen (PT MCM), investasi Saham LCGP dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan Tersangka SAA (telah dilakukan penahanan) selaku perantara (broker), dan investasi Saham ARTI dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan Tersangka RH (telah dilakukan penahanan) selaku Konsultan Keuangan PT. Rabu Prabu Energy
“Dimana kesepakatan-kesepakatan menjanjikan akan dibeli kembali dengan keuntungan antara 12 persen sampai dengan 25 persen yang dituangkan dalam Surat Kesepakatan namun ketika jatuh tempo keuntungan yang dijanjikan tidak pernah terealisasi, selain itu Tersangka MS menandatangani Instruksi/perintah agar Bank Custodion melakukan pembayaran transaksi saham LCGP dan ARTI sehingga Dana Pensiun Bukit Asam mengalami kerugian,” ujar Sahron.
Kesepakatan-kesepakatan menjanjikan akan dibeli kembali dengan keuntungan antara 12 persen sampai dengan 25 persen yang dituangkan dalam Surat Kesepakatan namun ketika jatuh tempo keuntungan yang dijanjikan tidak pernah terealisasi,” ujarnya.
Selain itu, bertentangan dengan Pedoman Operasional Investasi Dana Pensiun Bukit Asam Nomor QP: DPBA: INV: 05:00 tanggal 29 September Tahun 2008 dan Keputusan Direksi PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Nomor: 188/KEP/Int-0100/PGH.09.08/2016 tanggal 8 april 2016 tentang Arahan Investasi Dana Pensiun Bukit Asam.
“Mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp234.506.677.586 (Rp234,5 miliar) sebagaimana Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Perwakilan DKI Jakarta,” ujarnya.
Atas perbuatan tersebut, Kejati DKI Jakarta menyangka MS melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1) UU Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (Yudha Krastawan)