Bagi penulis, ini sungguh anomali. Beberapa waktu terakhir, Presiden AS Joe Biden sangat lantang menyuarakan perlunya gagasan two state solution diwujudkan. Presiden ke-46 AS itu juga bahkan meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkenan mewujudkan solusi dua negara guna mengakhiri konflik panjang Israel-Palestina. Namun, di saat Palestina benar-benar memperjuangkan kebutuhan mereka untuk menjadi negara berdaulat seutuhnya di forum multilateral PBB, AS malah menunjukkan sikap yang bertolak belakang dengan yang selama ini mereka telah perlihatkan.
Preseden AS yang menampilkan politik standar ganda terhadap nasib Palestina ini sebelumnya telah mereka tunjukkan saat pemungutan suara tentang seruan gencatan senjata di Gaza dilakukan pada 25 Maret 2024 yang kemudian menghasilkan Resolusi Nomor 2728 DK PBB. Pada saat itu, 14 dari 15 negara DK PBB menyepakati perlunya gencatan senjata segera dilakukan di Gaza.
Sayangnya, AS memilih abstain dan menyatakan bahwa resolusi tersebut tidak mengikat. Sikap politik tidak bersahabat AS terhadap Palestina ini rupanya berlanjut saat pelaksanaan voting permohonan Palestina menjadi anggota penuh PBB. AS terang-terangan menggunakan hak vetonya untuk mengggagalkan keanggotaan penuh Palestina di PBB.