Berdasarkan komponennya, PPh Non Migas menyumbang pendapatan sebesar Rp377,0 triliun atau 35,45% dari target. Angka tersebut dikatakan Menkeu masih cukup on track, meski secara bruto tumbuh negatif 5,43%.
“PPh Non Migas turun karena ada penurunan dari PPh Tahunan, terutama untuk korporasi atau badan,” ungkap Menkeu, mengutip Rabu (29/5/2024).
Berdasarkan jenisnya, mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif. Menkeu menyebut bahwa PPh 21 tumbuh di angka 41,4% atau naik tajam dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 18,2%.
“Untuk PPN kita masih melihat adanya pertumbuhan positif secara bruto, meskipun netonya kontraksi karena restitusi. Sedangkan untuk PPh Final dan PPH 22 Import lebih positif. Kita harapkan ini akan memberikan dampak yang positif pada perdagangan, dalam hal ini impor dan PPN kita,” tuturnya.
Selanjutnya, Menkeu juga menjelaskan sektor-sektor yang berkontribusi pada penerimaan pajak. Menkeu mengatakan bahwa mayoritas sektor utama tumbuh positif yang menunjukan aktivitas sektoral yang terjaga.
“Perdagangan kita tumbuh positif 10,8%. Jasa Keuangan dan Asuransi kita masih tumbuh baik double digit 15,5 persen, baik bruto maupun neto. Namun, sektor Pertambangan kita lihat kontraksinya tajam 48,6% untuk bruto, dan netto nya kontraksi 63,8%,” tutur Menkeu.
Untuk sektor Konstruksi dan Real Estate juga tumbuh positif sebesar 16,0%, sementara sektor Transportasi dan Pergudangan masih tumbuh meskipun mengalami koreksi dari tahun lalu yang tumbuh sangat tinggi yaitu 34,1% secara bruto, dengan neto 48,6%. Sedangkan sektor Jasa Perusahaan tumbuh positif 12,4%, diikuti sektor Informasi dan Komunikasi masih tumbuh kuat 19,2%.
Selain dari perpajakan, Menkeu juga melaporkan penerimaan negara yang berasal dari bea dan cukai. Menkeu menyebut, hingga akhir April 2024, Bea Masuk berhasil terkumpul sebesar Rp15,7 triliun atau setara 27,4% dari target bea masuk. Untuk Bea Keluar berhasil terkumpul sebesar Rp5,8 triliun atau 33,0% dari target APBN. Sementara, penerimaan yang berasal dari cukai terkumpul sebesar Rp74,2 triliun atau setara 30,2% dari APBN.
“Untuk pencegahan rokok ilegal, DJBC terus melakukan penindakan. Sudah 4.000 penindakan dilakukan dan barang hasil penindakan itu ada 220 juta batang rokok, nilainya kira kira Rp311,3 miliar. Jadi ini menggambarkan tatanan untuk cukai tidak hanya masalah mengumpulkan pendapatan, tapi juga ada enforcement yang cukup kompleks di lapangan,” tukas Menkeu.
Secara keseluruhan, penerimaan negara terutama kepabeanan dan cukai tumbuh positif terutama didorong oleh penerimaan bea keluar. Kinerja penerimaan pajak akan dijaga agar terus tumbuh diantaranya melalui perluasan basis perpajakan dan penguatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan. (ahmad)