“Jika dilihat, proses dari metode ini jauh lebih singkat dalam mengubah bahan baku menjadi polimer target hanya dalam satu tahap fermentasi pada suhu ruangan. Tentunya lebih efisien dibandingkan reaksi polimerisasi biasa yang membutuhkan suhu di atas 100 derajat celsius dan melibatkan penggunaan katalis logam yang berbahaya bagi lingkungan,” imbuhnya.
Menurut Radityo, hingga kini, teknik produksi PLA secara in vivo masih kurang dieksplorasi dibandingkan PHA. Riset-riset yang ada pun masih sangat terfokus pada sistem bakteri. Selain itu, belum ada laporan yang mengeksplorasi produksi PLA berbasis monomer L-laktat (PLLA) secara in vivo.
“Melalui riset ini, kami telah berhasil mendesain metabolisme ragi agar dapat memproduksi monomer asam L-laktat maupun polimer targetnya (PLLA),” ungkapnya.
Radityo meyakini, teknik ini dapat menciptakan keberlanjutan di industri plastik, karena memiliki potensi untuk dapat memproduksi bioplastik yang bukan berasal dari bahan baku berbasis fosil melalui teknologi produksi ramah lingkungan.