IPOL.ID – Penyidikan kasus dugaan korupsi emas seberat 109 ton terus dikebut Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung melalui penyidik pidana khusus memeriksa enam orang saksi pada Selasa (23/7/2024). Keenam saksi itu diperiksa untuk melengkapi berkas tersangka HN dan kawan-kawan.
“Keenam saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi atas nama tersangka HN dan kawan-kawan,” ungkap Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar ditemui di Kompleks Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2024).
Dari enam saksi yang diperiksa, dua orang di antaranya berasal dari PT ICT. Keduanya yakni, NM selaku Manager Bisnis Solution Manager ICT dan YR selaku Manager Operation Services ICT.
Sedangkan empat saksi lainnya berasal dari PT Aneka Tambang (Antam). Mereka di antaranya, MW selaku Staff Accounting dan HBA selaku Kepala Divisi Treasury. Kemudian, JP selaku Marketing di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) dan AR selaku Product Inventory Control periode Juli 2023 hingga saat ini.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan penyidikan,” tukas Harli.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus yang sama. Para tersangka itu kapasitasnya sebagai pelanggan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk.
Mereka di antaranya, LE (periode 2010-2021), SL (periode 2010-2014), SJ (periode 2010-2021) dan JT (periode 2010-2017). Kemudian, GAR (periode 2012-2017), DT (periode 2010-2014) dan HKT (periode 2010-2017).
Adapun penetapan ketujuh tersangka baru dilakukan berdasarkan alat bukti yang ditemukan selama pengembangan terhadap keenam tersangka yang ditetapkan sebelumnya. Dimana keenam tersangka merupakan mantan General Manager (GM) PT Antam.
Mereka di antaranya berinisial TK (periode 2010-2011), HN (periode 2011-2013), DM (periode 2013-2017), AHA (periode 2017-2019), MA (periode 2019-2021) dan ID (periode 2021-2022).
Saat ini keenam tersangka tersebut tengah menjalani proses penuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Yudha Krastawan)