Pasal tersebut dinilai dapat merugikan hak konstitusional jika presiden dan/atau wakil presiden berkampanye untuk pasangan calon tertentu sehingga menciptakan suasana pilpres yang tidak menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kesetaraan bagi pasangan calon yang lain.
“Kampanye dapat memengaruhi pilihan politik setiap orang sehingga ketika dikaitkan dengan presiden dan/atau wakil presiden yang memiliki hak berkampanye, tentu harus benar-benar dibatasi dalam hal waktu dan keadaan seperti apa presiden dan/atau wakil presiden dapat berkampanye,” ucap Nofal.
Para pemohon meyakini Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memberi pemaknaan baru terhadap Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Pemilu, terlepas dari pokok permohonan yang seakan meminta MK membentuk norma baru yang sejatinya kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy).
Mereka mendalilkan bahwa MK pernah memberikan penafsiran dengan mengubah frasa dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu, perihal syarat usia calon presiden dan wakil presiden dalam dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.