Suryantara mengungkapkan bahwa eksekusi ini tidak hanya salah secara lokasi, tetapi juga melanggar prosedur hukum yang berlaku.
“Pengadilan tidak menjalankan kewajiban untuk memeriksa objek perkara secara setempat, dan BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak pernah dilibatkan untuk mengukur ulang objek sengketa. Ini jelas menunjukkan bahwa eksekusi ini dipaksakan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil alih properti kami dengan cara-cara kotor,” jelasnya.
PT Mitra Mata telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan permohonan penangguhan eksekusi, dan perlindungan hukum kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan Polres Metro Jakarta Pusat.
“Kami menuntut keadilan dan perlindungan hukum dari aparat yang berwenang. Kami juga mengajukan perlawanan eksekusi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada 28 Agustus nanti, kami akan bertahan di lapangan bersama masyarakat dan karyawan untuk menolak eksekusi ini,” tegas Suryantara.
“Kami juga telah melakukan pengaduan ke Menkopolhukam, sebagai pengaduan Masyarakat. Saya diterima oleh Jenderal Puja Laksana, saya sampaikan keluhannya bahwa kita di-dzolimi atas putusan salah eksekusi dari Pengadilan. Tidak menutup kemungkinan ada mafia peradilan di baliknya. Pengaduan kami diterima dan akan menindaklanjuti sesuai kewenangan yang ada,” ungkap Suryantara.