“Jika daerah dipimpin Penjabat selama 5 tahun, maka akan merugikan pembangunan dan tata kelola pemerintahan daerah, sebab Penjabat memiliki kewenangan yang terbatas dalam implementasinya bila dibandingkan kepala daerah definitif hasil Pilkada,” jelasnya.
Titi mencontohkan gelaran Pilkada Kota Makassar di 2018. Saat itu, kata dia, Pilkada dimenangkan oleh kotak kosong, sehingga KPU kembali menjadwalkan pilkada ulang di 2020.
Menurut Titi, hal itu telah sesuai dengan aturan yang ada, di mana dalam UU, penjadwalan Pilkada yang paling dekat ialah di 2020. Titi menyampaikan saat itu di 2019 terdapat Pemilu serentak, sehingga tidak dimungkinkan dilakukan Pilkada ulang pada 2019.
Lebih lanjut, Titi menyampaikan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, penjadwalan Pilkada serentak berhenti di 2024. Maka, seharusnya, Pilkada akan diulang kembali di tahun berikutnya.
“Ketika keserentakan Pilkada nasional sudah berlangsung sejak 2024, maka untuk Pilkada calon tunggal kalau kotak kosong yang menang, Pilkada akan diulang kembali pada tahun berikutnya sesuai bunyi Pasal 54D ayat (3) UU 10/2016 yang bunyinya sudah sangat terang benderang,” ujarnya.