Dwikorita juga menegaskan, kajian sesar aktif berperan penting dalam mendukung sistem peringatan dini seperti Earthquake Early Warning System (EEWS) dan InaTEWS, terutama di wilayah padat penduduk dan infrastruktur strategis.
“Identifikasi sesar aktif harus terus dilakukan seiring dengan pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi, khususnya di wilayah berisiko tinggi seperti pusat ekonomi dan daerah padat penduduk,” tambahnya.
Wilayah Indonesia dengan Sesar Aktif
Pusat Standarisasi Instrumen MKG menargetkan agar hasil survei ini dapat memberikan panduan komprehensif bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Jangka Panjang.
Wilayah prioritas yang dikaji meliputi Aceh, Jawa Barat/Banten, Jawa Timur (Probolinggo), Gorontalo, dan Maluku Utara, dipilih berdasarkan risiko gempa yang tinggi serta kepadatan penduduk dan infrastruktur di kawasan tersebut.
BMKG berharap kajian ini dapat memperkuat upaya mitigasi bencana dan menjadi bagian dari strategi pengurangan risiko gempa bumi di Indonesia. “Saya yakin kajian ini akan memberikan kontribusi signifikan dalam mitigasi gempa bumi. Dukungan para ahli dari universitas dan lembaga penelitian membuat saya optimis bahwa hasilnya akan sangat komprehensif,” ujar Dwikorita, mengapresiasi peran semua pihak yang terlibat.