Sementara itu, Nadiem menghapus UN, yang dalam era sebelumnya menjadi alat ukur kelulusan seorang siswa dari sekolah. Ujian akhir serentak secara nasional yang digelar pada akhir tahun ajaran sering dianggap sebagai momok bagi siswa, dan inilah yang dirombak oleh Nadiem.
Fitri cenderung setuju dengan penghapusan UN dalam pengertian bahwa itu merupakan ujian akhir untuk memastikan kelulusan siswa. Penyeragaman semacam itu, kata dia, membuat siswa-siswa di sekolah yang memiliki keunggulan dalam bidang lain, seperti seni, tidak terakomodasi dengan baik.
“Maka kalau misalnya mau dihidupkan lagi yang dinamakan UN itu, mohon jangan dijadikan sebagai tolok ukur kesuksesan siswa. Kesuksesan siswa itu serahkan pada guru, melalui kepala sekolah,” papar Fitri.
Totok Amin juga memperkirakan bahwa menteri pendidikan yang baru akan mempertahankan sistem zonasi. “Karena Pak Mu’ti dan Kak Muhadjir hampir sama konsepnya tentang zonasi,” kata Totok.
Namun, sistem inipun perlu perbaikan. “Menurut pengalaman saya, harus disesuaikan dengan lokalitas, dengan situasi daerah masing-masing. Jadi diberi semacam diskresi buat daerah untuk zonasinya seperti apa, saya kira untuk itu bisa banyak contoh,” tambahnya.