Syarat kelima, KHGT harus mempertimbangkan imkan rukyat, yaitu kemungkinan terlihatnya hilal. KHGT tidak boleh mengabaikan aspek hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan), sehingga kompromi dalam bentuk parameter imkan rukyat (ketinggian hilal minimal 5 derajat dan sudut elongasi minimal 8 derajat) harus dipenuhi. Dengan adanya imkan rukyat, KHGT dapat menjembatani perbedaan antara metode hisab dan rukyat yang selama ini sering menjadi sumber perdebatan.
Syarat terakhir, KHGT tidak boleh menunda masuknya awal bulan jika hilal sudah terlihat atau telah memenuhi kriteria imkan rukyat. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila kamu melihat hilal maka berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya maka berhari-rayalah.”
Prinsip ini menegaskan bahwa tidak boleh ada penundaan dalam memulai bulan baru jika hilal sudah tampak. Artinya, wilayah yang sudah melihat hilal atau telah memenuhi syarat imkan rukyat harus dijadikan acuan bagi wilayah lain yang belum melihat hilal.
Enam syarat ini saling terkait dan menjadi fondasi penting bagi terwujudnya KHGT. Meskipun konsep ini mungkin terdengar asing dan berbeda dari sistem penanggalan yang digunakan di banyak negara, terutama di Indonesia, namun KHGT memiliki potensi besar untuk menjadi solusi unifikasi kalender Islam global. Meski menghadapi tantangan, cita-cita untuk memiliki satu kalender yang menyatukan seluruh umat Islam tetap menjadi harapan yang layak diperjuangkan. (ahmad)

