Hal ini juga untuk memberi keadilan bagi Q sebagai korban yang sekarang kerap terlihat murung hingga menangis, bahkan belum dapat bersekolah kembali karena dalam proses pemulihan.
Komnas PA mencontohkan dalam beberapa kasus kekerasan dilakukan anak, banyak keluarga korban tidak terima bila pelaku hanya dibina beberapa hari lalu dilepas tanpa proses hukum.
“Seringkali ketika kami berhadapan dengan orangtua korban mereka enggak terima ketika pelaku setelah dua sampai tiga kali hari dilepas, bebas. Satu sisi korbannya trauma,” jelasnya.
Lia mengatakan, dalam penanganan kasus kekerasan dengan pelaku anak, proses hukum harus mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Artinya, baik korban dan anak yang diduga melakukan tindak pidana sama-sama perlu mendapat pendampingan sebagaimana ketentuan diatur dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
Nah, untuk mencegah kasus kekerasan serupa tidak terulang kembali, Komnas PA mendorong orangtua untuk lebih melakukan pengawasan terhadap anak-anak agar tidak terpapar hal buruk.