IPOL.ID- Tampuk kepemimpinan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mulai bekerja hingga lima tahun ke depan. Berbagai tantangan Prabowo-Gibran bersama Kabinet Merah Putih bakal dihadapi menyongsong masa depan bangsa lebih baik.
Selama 15 tahun terakhir, sejak 2009, lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA terus memantau perjalanan politik Prabowo. Baru sekarang, pada 2024, popularitasnya mencapai puncak tertinggi. Popularitas disini bukan sekadar soal pengenalan publik, melainkan kesukaan, favorabilitas.
Temuan survei LSI Denny JA menunjukkan bahwa kesukaan terhadap Prabowo di tingkat premium mencapai 90.5%.
Mereka suka dengan karakter personal Prabowo naik dari 83.5% di Januari 2023, dan 82.7% di Juli 2023.
Tingginya angka kesukaan ini tak hanya mencerminkan kecintaan dan harapan, namun sekaligus tantangan bagi Prabowo. Program populer Prabowo saat kampanye, yaitu makan siang gratis, mendapatkan dukungan mayoritas publik.
Mereka yang menyatakan tahu program makan siang gratis sebesar 80.8%. Dari mereka yang tahu atau pernah mendengar program ini sebesar 74.9% menyatakan mendukung.
Mengapa pesona Prabowo semakin kuat dan makin disukai? LSI Denny JA menemukan ada tiga alasan menyebabkan kenaikan kesukaan Prabowo.
Direktur SIGI LSI Denny JA, Ardian Sopa mengatakan, pertama, karakter Prabowo dikenal sebagai tipe coalition builder. Pasca pilpres, saat penetapan capres-cawapres terpilih di kantor KPU, Prabowo berpidato mengajak semua pihak bersatu. “Kini kontestasi telah usai, saatnya kita bersatu,” ujar Prabowo ketika itu.
Karakter Prabowo sebagai tipe coalition builder sudah dikenal lama. Saat kalah pada pilpres 2019, Prabowo bersedia diajak masuk membantu pemerintahan Joko Widodo.
“Terlihat dari upaya Prabowo merangkul semua pihak termasuk yang berlawanan dengannya pada pilpres 2024 untuk masuk dalam kabinetnya. Prabowo menjadikan lawan jadi kawan. Kawan jadi pendukung utama,” ungkap Ardian dalam konfrensi pers hasil temuan LSI bertajuk ‘Prabowo di Puncak Popularitas dan Tantangan Utama’ di Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Karakter personal Prabowo, lanjutnya, merangkul banyak pihak disenangi mayoritas publik mengutamakan kebersamaan dan kerukunan.
Prabowo menjadi lautan, tidak membedakan kapal yang melintasinya. Prabowo merangkul, baik kawan maupun lawan dengan ajakan mencari titik persamaan, membawa mereka masuk ke dalam arus sama.
“(Mereka) yang pernah menentang akhirnya menemukan tempat di dalam barisannya, tak lagi sebagai musuh, tapi sebagai bagian dari harmoni besar diciptakannya,” papar Ardian.
Kedua, Prabowo menerapkan prinsip satu musuh terlalu banyak, 1000 kawan terlalu sedikit. Dalam sejumlah pernyataan publik, sambung Ardian, Prabowo sering kali mengatakan, jika dicemooh, balas dengan kebaikan. Jika ada di posisi atas, selalu ingat yang ada di bawah.
Tak hanya ucapan, selama kampanye pilpres 2024, Prabowo juga terlihat menghindari sikap menyerang lawan secara terbuka. Tak emosional dikritik, membalas cemoohan dengan senyuman, dan lebih riang gembira.
Sikap ini terbukti membantu mengubah image Prabowo, dan meningkatkan kesukaan pemilih.
Seperti perahu di lautan luas, dia mengerti bahwa satu ombak besar dapat mengguncang kapal. Namun seribu tangan bekerja bersama dapat membawa kapal ke pantai dengan selamat.
Ketiga, era bulan madu. Setiap pemimpin di awal pemerintahannya selalu berada di fase bulan madu dengan rakyatnya.
Masa awal pemerintahan hingga 100 hari selalu pada titik ini, ada bonus kecintaan dan ekspektasi menjulang tinggi.
Ujian dan tantangan pun makin besar. Masa hidup era bulan madu, cepat atau lambatnya fase ini akan tergantung pada impresi personal dan performa kebijakan dalam 100 hari atau 1 tahun pertama.
Namun di masa awal presidensinya, tantangan utama Prabowo-Gibran sudah menunggu.
Tantangan pertama ke depan Kabinet Merah Putih karena memang jumlahnya banyak tentu sisi-sisi manajerial efektifitas tim besar ini yang menjadi tantangan.
“Tantangan utamanya bagaimana mengefektifkan jajaran yang ada hingga bisa mengeksekusi program yang akan datang. Program ini muncul dari visi besar dicanangkan Pak Prabowo”.
Sehingga Kabinet Indonesia ini harus bisa menerjemahkan termasuk juga mengejawantahkan visi misi yang dibawa oleh Prabowo-Gibran menjadi progran kerja yang dieksekusi secara benar kemudian berhasil.
“Hasilnya bisa melingkupi kesejahteraan pada ujungnya masyarakat seluruh Indonesia,” ujarnya.
Ada beberapa hal jadi tantangan dihadapi Prabowo-Gibran, pertama, meski secara ekonomi mayoritas masyarakat menyatakan baik-baik saja. Tapi ada dua isu ekonomi menjadi tantangan buat masyarakat yaitu lapangan pekerjaan makin sulit dan pemenuhan kebutuhan pokok.
Survei menunjukkan bahwa sebesar 65% masyarakat menyatakan bahwa lapangan kerja saat ini lebih sulit dibandingkan kondisi tahun-tahun sebelumnya.
Kedua, mayoritas publik (64%) juga menilai bahwa saat ini mereka lebih sulit memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dibandingkan tahun sebelumnya.
“Akan menjadi tantangan awal bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo. Jika dua soal itu tak bisa diselesaikan dan tidak membuat masyarakat lebih baik dari sekarang, maka itu bisa menjadi hal yang mengancam pemerintahan ke depan”.
Kedua, turunnya indeks demokrasi Indonesia. Secara politik, sebagai negara demokrasi, indeks demokrasi Indonesia mengalami penurunan dari data lembaga Economist Intelligence Unit.
Dalam 3 tahun terakhir, indeks demokrasi Indonesia terus turun. Dari 6.71 pada tahun 2021, menjadi 6.53 pada Tahun 2023. Peringkat Indonesia sebagai negara demokrasi juga turun, dari peringkat 52 pada 2021 menjadi peringkat 56 pada 2023.
Tentunya indeks demokrasi sebuah negara tak hanya soal angka dan peringkat. Namun angka dan peringkat ini mencerminkan ada pekerjaan rumah besar bagi pemerintah baru.
Indeks demokrasi menunjukkan suara oposisi, prinsip saling kontrol, kebebasan warga negara, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip demokrasi lainnya.
Memang ada pertanyaan, seberapa kuat Prabowo akan mengoreksi rapor merah demokrasi di Indonesia. Kebisingan pro dan kontra, konsultasi publik, suara oposisi, di satu sisi terlihat tidak membuat kerja publik menjadi efisien.
Apalagi negara seperti Cina dan Singapura bisa tumbuh secara ekonomi tanpa terlalu banyak memberi ruang untuk demokrasi.
Namun, masalahnya, tanpa demokrasi memadai, tanpa check and balances cukup, dan tanpa suara oposisi kuat, kebijakan yang mungkin salah akan sulit dikoreksi secara kelembagaan.
Demokrasi memberi ruang untuk perbaikan melalui pengawasan, kritik, dan evaluasi, justru menjadi instrumen penting untuk menciptakan kebijakan lebih baik.
Tanpa itu, kestabilan ekonomi jangka pendek bisa jadi mengorbankan keadilan dan kestabilan sosial jangka panjang.
“Sehingga Kabinet Pemerintahan Prabowo-Gibran harus mendetailkan kira-kira apa saja yang harus meningkatkan indeks demokrasi,” tukasnya.
Ketiga, dari indeks persepsi masih stagnannya penanganan kasus korupsi, karena korupsi masih menjadi musuh utama bangsa Indonesia.
“Kemarin Pak Prabowo juga menyampaikan bahwa korupsi harus diberantas, karena ketika korupsi berjalan tentu hal-hal lain tak akan berjalan maksimal”.
Bagi pemerintahan baru Prabowo-Gibran adalah bagaimana menurunkan praktik korupsi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan baru.
Data dari Transparency International menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir nilai dari penanganan korupsi di Indonesia cenderung stagnan. Di angka 34 pada 2022, dan tetap sama di angka 34 pada Tahun 2023.
Sedangkan peringkat Indonesia di dunia sebagai negara bersih dari korupsi mengalami turun peringkat. Dari peringkat 110 pada Tahun 2022 menjadi peringkat 115 di 2023.
Sehingga Kabinet Merah Putih harus merujuk kesana. Sehingga visi-visi besar dicanangkan Pak Prabowo, baik misalnya hilirisasi berujung pada swasembada energi ujung-ujungnya untuk kesejahteraan, untuk lapangan pekerjaan maupun pemenuhan kebutuhan pokok.
Kemudian swasembada pangan, menjadi pangan dunia energi akan tercapai ketika korupsi sudah diberantas atau komitmen memberantas korupsi. Termasuk demokrasi saat maju maka akan meningkatkan investasi untuk membuat pembangunan lebih maju lagi.
Lalu bagaimana dengan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, perlukah Gibran mengimbangi? Ardian menjelaskan, tentunya Mas Gibran perlu mengimbangi. Bagaimana pun Gibran Wakil Presiden RI, ketika Pak Prabowo berhalangan hadir, maka Mas Gibran ada sebagai Wakil Presiden.
“Namun dalam tantangan begitu kompleks di Indonesia, lebih ideal Mas Gibran tak hanya diposisikan sebagai cadangan saja tetapi dapat mengeksekusi hal-hal yang strategis. Misal makan siang gratis. Karena ini program populer dan disukai,” ungkapnya.
“Jika Mas Gibran bisa masuk kesana tentu bisa menambah kekuatan legacy yang nanti ditaruhkan pemerintahan Prabowo-Gibran,” tambahnya.
Kemudian jangan lupa bahwa Indonesia akan memasuki bonus demografi nantinya. Jika misalnya bonus demografi itu tidak dimanfaatkan maka bisa jadi bencana demografi.
“Dalam hal ini Beliau (Gibran) masuk generasi Z, Y dan milenial bisa memungkinkan, secara struktur penduduk kita adalah seperti itu. Misalnya Pak Prabowo berbicara hal-hal besar dan arah bangsa ini mau kemana, Mas Gibran bisa difungsikan untuk eksekusi hal-hal yang kira-kira menunjang terhadap visi besar yang dibangun Pak Prabowo,” pungkas Ardian. (Joesvicar Iqbal/msb)