“Harapannya nanti, bagi pemilihpun nanti setelah dikasih ruang ini, semoga menjadi obat yang paling mujarab untuk sistem pemilu yang ada di Indonesia. Nanti pemilih pun harus pandai-pandai memilah dan memilih calon presiden dan cawapresnya, dengan preferensi hak pilih yang dijamin kebebasan memilihnya,” ujarnya.
Enika juga menekankan, partai politik harus menyikapi ini secara positif. Koalisi untuk mengajukan capren dan cawapres selama ini memang cenderung pragmatis atau demi kepentingan sesaat. Ke depan, kondisi itu tidak boleh terjadi lagi.
“Tidak hanya terfokus pada tokoh A, tokoh B, atau tokoh C, apalagi dengan koalisi yang pragmatis. Kami menyadari dan memahami bahwa yang namanya politik itu pragmatis. Tetapi di sini yang kami tekankan bahwa pragmatisnya itu jangan terlalu membabi buta,” kata Enika.
Pemerintah Hormati Putusan MK
Dalam pernyataan tertulis dari Jakarta, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyebut keputusan MK ini final.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” tulis Yusril, Jumat (3/1).