IPOL.ID – Putusan MK No.62/PUU-XXI/2023 tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden menimbulkan dilematis pengelolaan pemerintahan di masa depan. Mengingat kerja pemerintahan atau eksekutif yang dalam hal ini presiden, butuh dukungan politik legislatif.
“Penghapusan itu punya konsekuensi pada peluang capres yang menang tanpa dukungan elektoral di DPR,” ujar peneliti kebijakan publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP – LP) Riko Noviantoro pada ipol.id Senin (6/1/2025) di Jakarta.
Konsekuensi itu, lanjut Riko, menimbulkan daya tawar politik eksekutif menjadi lemah. Karena tidak memiliki jangkar politik yang kuat di legislatif.
Hal tersebut, lanjut Riko berdampak pada kontinuitas kebijakan. Artinya presiden terpilih yang tidak memiliki jangkar kuat di legislatif akan berhadapan politik secara langsung. Padahal eksekutif apapun itu perlu support dari legislatif.
“Pada soal kebijakan anggaran misalkan, pemerintah bakal kesulitan meloloskan program prioritas nya. Karena tidak ada mitra politik di DPR,” imbuhnya