Menurut Sultan, pergeseran itu kembali menempatkan kepulauan di Indonesia sebagai persilangan strategis, mirip dengan masa kejayaan bahari Nusantara beberapa abad silam. “Indonesia sendiri, telah berusaha menempatkan diri sebagai Poros Maritim Dunia,” kata dia.
Dalam menghadapi peluang dan tantangan global, Raja Keraton Yogyakarta itu pun mengingatkan pentingnya menerapkan “Bhinneka Tunggal Ika” tidak sekadar sebagai slogan, tetapi juga sebagai strategi kebudayaan yang diimplementasikan dalam kebijakan publik.
Menurut Sultan, sejarah telah membuktikan bahwa hidup dalam multikulturalisme yang toleran dan saling menghargai dapat menjadi sumber kemajuan. “Sejarah juga menunjukkan, proses integrasi berbagai budaya dan bangsa, adalah keniscayaan dalam sejarah Nusantara,” ucap dia. (*)