Jadi, sambung dia, harusnya proses yang terjadi adalah eksekusi putusan Pengadilan Niaga mengenai kepailitan, bukan malah pidana. Sehingga, tidak tepat kalau dilaporkan dugaan penipuan dan penggelapan karena perjanjian sudah berakhir.
“Apakah masih kemungkinan untuk melaporkan dugaan tindak pidana sebut saja itu penipuan atau penggelapan? Ini kontraknya sudah berakhir. Ketika putusan sudah dilakukan itu, berarti penyelesaian terkait masalah perjanjian kontrak sudah berakhir. Bergeser menjadi eksekusi daripada putusan pengadilan yang bersangkutan. Kalau itu bergeser ke sana, maka tak ada alasan untuk melaporkan dugaan tindak pidana tipu gelap dalam kaitannya perjanjian kredit. Karena semua terkait perjanjian sudah berakhir saat ada putusan, apalagi kepailitan. Itu berakhir,” tukas Mudzakkir.
“Atas dasar itu, putusan-putusan sudah menyatakan bahwa proses hubungan keperdataan berakhir, maka tak ada alasan hukum untuk melanjutkan perkara pidana melalui proses peradilan karena obyeknya sudah tidak ada lagi. Jadi tak bisa kemudian ditarik menjadi suatu perkara pidana, karena domainnya itu perkara perdata. Wanprestasi itu diselesaikan berdasarkan hukum kontrak. Memidana orang sedang berkontrak itu keliru dalam penerapan hukumnya. Ini dalam praktik sering kali kita temukan seperti itu, alasan macam-macam,” tambahnya.