“Jadi intinya, Mron?”
“Intinya, Gung, negara-negara di wilayah barat nggak bakal ditunda cuma buat nunggu yang di wilayah timur, dan yang di wilayah timur nggak bakal dipaksa kalau ijtimak belum ada. Logis, kan?”
“Agak sedikit bingung.”
“Wajar, Gung!”
“Tapi kalau hilal masih di bawah ufuk itu gimana, Mron?” Agung mengerutkan dahi.
Imron tersenyum, lalu meraih gelas tehnya. “Itu pake prinsip ‘transfer imkan rukyat’. Misalnya, hilal udah keliatan di Amerika yang berada di bagian barat bumi, tapi di Selandia Baru yang berada di bagian timur masih di bawah ufuk. Transfer imkan rukyat artinya hasil rukyat dari barat bisa dipakai buat timur, jadi timur nggak dipaksa masuk bulan baru sebelum ijtimak terjadi. Ini udah diterapkan di Indonesia, Gung. Kalau hilal keliatan di Aceh, Papua ikut, meski di sana hilal masih di bawah ufuk. Efektif, kan?”
“Tapi itu tetap aja beda, Mron. Indonesia kan masih satu negara, wajar kalau rukyatnya berlaku nasional. Lah ini skala global! Rukyat di Amerika kok bisa dipakai buat Asia? Sunnah rukyat Nabi jadi tergeser, dong?”