Beberapa analis melihat pemecatan Waltz sebagai kemenangan kubu pendukung diplomasi dalam pemerintahan Trump, yang selama ini kalah suara dari kelompok yang mendesak konfrontasi militer.
Langkah ini juga terjadi di tengah kebuntuan dalam perundingan Iran-AS, yang banyak pihak anggap dipengaruhi oleh tekanan dari lobi pro-Israel. Termasuk think tank terkemuka AS dan tokoh Israel seperti Ron Dermer.
Lima hari kemudian, pada 6 Mei, Presiden Trump secara mengejutkan mengumumkan penghentian kampanye militer terhadap kelompok Ansarallah yang berkuasa di Sana’a, Yaman.
Keputusan ini mengejutkan Tel Aviv, yang selama ini mengandalkan dukungan militer AS dalam menghadapi kelompok tersebut. Kini, Israel harus menghadapi Ansarallah seorang diri.
Tak lama berselang, laporan dari media berbahasa Ibrani di Israel mulai mengungkap bahwa pemerintahan Trump menuntut Israel menyepakati perjanjian penghentian tembak-menembak dan mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Bahkan, sumber-sumber itu menyebut bahwa Presiden Trump sangat kecewa terhadap Netanyahu hingga memutuskan komunikasi langsung dengannya.