IPOL.ID – Partai Ummat menilai bahwa saat ini bukan yang tepat untuk melakukan amandemen UUD 45 terkait wacana presiden tiga periode. Para penyelenggara pemerintahan diminta lebih baik fokus pada upaya-upaya strategis agar Indonesia segera bisa pulih dari pandemi dan kemandekan ekonomi.
Demikian hal ini dikatakan oleh Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi, dalam keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat (17/9).
Pada kesempatan yang sama Partai Ummat menemui Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mahmud Mattalitti, di Jakarta, hari ini, untuk membahas soal wacana Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945 dan masa jabatan presiden tiga periode.
Pada kunjungan itu, Partai Ummat dipimpin langsung oleh Ketua Umum Ridho Rahmadi. Ikut juga dalam rombongan Wakil Ketua Chandra Tirta Wijaya, Sekretaris Umum Ahmad Muhajir Sodruddin, dan Wakil Bendahara Umum Laila Istiana.
Kunjungan Partai Ummat ke DPD RI selain untuk menanyakan PPHN yang akan menjadi pintu masuk ke amandemen UUD 1945 juga untuk menanyakan soal isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Menurut Ridho, PPHN cukup diatur dalam Undang-Undang yang dibuat DPR dan Pemerintah. Jadi tidak perlu masuk ke dalam UUD 1945 ataupun Tap MPR RI.
Dia menilai, PPHN cacat logika karena bertabrakan dengan semangat perjuangan Reformasi 1998 yang telah merenggut nyawa mahasiswa dan penduduk sipil. Menurutnya, menghidupkan PPHN ibarat memutar balik waktu ke zaman pra Reformasi.
“Wacana PPHN tidak relevan dengan posisi Presiden saat ini yang dipilih langsung oleh rakyat dan bukan lagi sebagai mandataris MPR. Bagaimana MPR nanti akan meminta pertanggungjawaban pelaksanaan PPHN oleh Presiden?” tanya Ridho.
Ia menyatakan, jika MPR dikembalikan menjadi sebuah Lembaga Tertinggi Negara, maka hal ini bertentangan dengan semangat Reformasi yang diperjuangkan secara susah payah dan berdarah-darah.
“Semangat Reformasi salah satunya adalah membangun pemerintahan dengan paradigma separation of power dengan semangat checks and balances,” kata Ridho.
Menurut Ridho, Partai Ummat menyadari bahwa arsitektur ketatanegaraan RI yang diatur lewat UUD 1945 dan UU Nomor 17 Tahun 2014 mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak memberikan kekuasaan yang setara kepada DPR dan DPD.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2014, kewenangan DPD hanya sebatas “dapat” mengajukan RUU, ikut membahas RUU, dan dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang yang berkaitan dengan daerah. Pada dasarnya, DPD tidak memiliki kewenangan membentuk Undang-Undang.
Namun begitu, kata Ridho, dalam hal amandemen UUD 1945, sebagai anggota MPR bersama DPR, posisi dan suara DPD akan sangat menentukan apakah amandemen akan dilakukan atau tidak.
“Kita berharap DPD akan memainkan perannya sebagai penjaga demokrasi. Posisi itulah yang harus menjadi sikap DPD dalam menyikapi wacana amandemen kelima UUD 1945,” kata Ridho. (rob)