IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman Direktur Peter Garmindo Prima sekaligus komisaris PT Fleemings Indo Batam, Irianto.
Komisaris PT Fleemings Indo Batam itu dihukum lebih berat dari putusan tingkat banding yang semula tiga tahun penjara menjadi sepuluh tahun penjara.
Pasalnya, Irianto dinilai terbukti melakukan korupsi terkait impor tekstil yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1.646.216.880.000 (Rp1,6 triliun).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, putusan MA tersebut hakekatnya membenarkan memori kasasi jaksa penuntut umum. Dalam memori jaksa itu, Irianto dianggap terbukti melakukan tindak pidana suap kepada pejabat Bea dan Cukai Batam.
“Di samping itu, terpidana juga terbukti (melakukan) tindak pidana korupsi dalam ekspor tekstil, sehingga merugikan perekonomian negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat 1UU Tipikor,” kata Leonard dalam keterangan tertulisnya, Minggu (19/12).
Sebelumnya, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor : 4952 K/Pid.Sus/2021 tanggal 08 Desember 2021, Irianto telah diputus pada tingkat kasasi dalam perkara tindak pidana korupsi Ekspor Tekstil Tahun 2018 dan Tahun 2019.
Dalam putusan itu, Irianto dihukum tujuh tahun lebih berat dari pengadilan tingkat banding yang hanya tiga tahun penjara. Di MA, Irianto dihukum selama sepuluh tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama sepuluh tahun dan pidana denda sebesar Rp200.000.000, dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan,” kata Majelis Hakim MA.
Dalam pertimbangannya, Irianto terbukti menyuap pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, yaitu Mokhammad Mukhlas, Hariyonoadi Wibowo, Dedi Aldrian, dan Kamaruddin Siregar yang memiliki wewenang melaksanakan kebijakan pemerintah untuk mengawasi lalu lintas barang impor, dalam hal ini tekstil.
Irianto menyuap Rp1,95 miliar untuk 390 kontainer tekstil impor dari negara China melalui kawasan Bebas Batam ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.
Pertimbangan selanjutnya, karena hakim melihat ada kerugian keuangan negara sebesar Rp1,6 triliun serta dikaitkan pula dengan SEMA 3/2018, maka Irianto lebih tepat dikenakan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. (ydh)