IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan senantiasa mengedepankan optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara melalui perampasan aset hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery. Langkah itu ditempuh baik melalui tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi putusan.
“Jika berbasis pada data, KPK tercatat terus konsisten mengoptimalkan asset recovery melalui pendekatan strategi penindakan,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (3/1).
Dalam delapan tahun terakhir, misalnya, KPK mencatat jumlah perampasan asset dari penanganan tindak pidana korupsi cenderung meningkat.
Pada tahun 2014, jumlah perampasan aset sebesar Rp107 miliar, tahun 2015 Rp193 miliar, tahun 2016 Rp335 miliar, tahun 2017 Rp342 miliar dan tahun 2018 Rp600 miliar.
Kemudian pada tahun 2019, jumlah perampasan aset sebesar Rp468 miliar, tahun 2020 Rp294 miliar dan tahun 2021 Rp374 miliar.
“Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah asset recovery KPK tahun 2021 mengalami peningkatan jika kita bandingkan dengan capaian tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp80 miliar atau 27 persen,” papar Ali.
Disebutkannya, asset recovery ini sebagai wujud sumbangsih KPK kepada pembangunan nasional. Karena asset recovery KPK akan menjadi PNBP sebagai salah satu sumber pembiayaan negara dalam membangun bangsa, negara, demi mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
KPK menyadari, bahwa keberhasilan tersebut tentu tidak terlepas dari sinergi dan kolaborasi semua pihak, Kementerian atau Lembaga, Aparat Penegak Hukum, Pemerintah Daerah, para pelaku usaha, dan seluruh elemen masyarakat.
“Oleh karenanya, melalui sinergi ini, kita bangun optimisme pemberantasan korupsi,” tandas Ali. (ydh)