indoposonline.id – Pemerintah telah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri mengenai seragam sekolah. Namun, langkah pemerintah itu tidak cukup. Mestinya, diikuti pencabutan SKB dua menteri Tahun 2006 soal pendirian tempat ibadah.
Tidak disangkal, penerbitan SKB tiga menteri soal seragam itu, langkah baik. Pemerintah laik diapresiasi menjamin kebebasan siswa sekolah negeri tidak memakai seragam bertentangan dengan hati nurani. ”Langkah pemerintah tidak boleh berhenti di situ,” tutur Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, melalui keterangan tertulis, Sabtu (6/2/2021).
Pelanggaran kebebasan beragama tidak hanya berbentuk larangan atau keharusan mengenakan seragam tertentu. Melainkan pelarangan, penutupan rumah ibadah pemeluk agama, dan kepercayaan minoritas. SKB dua menteri dua menteri tahun 2006 itu, menjadi pembenaran tindak diskriminasi berbasis agama.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap pendirian rumah ibadah baru wajib mendapat dukungan 60 warga sekitar. SKB dua menteri itu jelas bertentangan dengan konstitusi Indonesia dan hukum HAM internasional. ”Pelaku intoleran merasa dibenarkan ketika menolak rumah ibadah kaum minoritas,” tegasnya.
Kebebasan beribadah dijamin undang-undang dasar (UUD) 1945. Namun, itu tidak terwujud kalau ada pembatasan pendirian rumah ibadah. Berdasar catatan amnesty, sepanjang 2020 terjadi 40 kasus diskriminasi berbasis agama. Antara lain pelanggaran kebebasan berpikir, berkeyakinan, beragama, dan berkepercayaan. Lalu, 18 di antaranya penutupan, penyegelan, penolakan pembangunan rumah ibadah, intimidasi terhadap pemeluk agama, dan kepercayaan minoritas.
Pada Januari 2020, amnesty mencatat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) milik Gereja Paroki Santo Joseph di Tanjung Balai Karimun yang sudah terbit digugat sekelompok warga. Akibatnya, renovasi gereja sedang berjalan terasa berhenti. Selain itu, pada 29 Juni 2020 penolakan gabungan ormas kelompok mayoritas di Kuningan, Jawa Barat membuat pemerintah setempat menyegel bakal makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan.
Indonesia telah memiliki dasar hukum menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Itu tertuang dalam meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik melalui UU No. 12 Tahun 2005. Salai itu, melalui pasal 28E, 28I, 29 UUD 1945, negara juga telah menjamin kebebasan berkeyakinan dan beragama. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga melindungi kemerdekaan beribadah sesuai kepercayaan. (mgo)