indoposonline.id – Pemerintah berencana meluaskan kegiatan usaha pelayaran mendapat sorotan sejumlah pakar. Rencana itu, tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Pelayaran melalui keagenan (broker).
Bunyi pasal 44 dalam RPP sangat aneh, terutama mengatur soal agen umum dan pemilik kapal. “Ada yang tidak berimbang, namun bisnisnya disatukan dan dibolehkan untuk bersaing. Itu agak repot,” tutur Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, dalam diskusi “Dampak Kebijakan Kelautan Kepada Industri Pelayaran Nasional,” Kamis (4/2/2021).
Menurut Agus, keagenan dan kepemilikan kapal dua sektor bisnis tidak imbang. Agen, tidak perlu kapal hanya perlu kantor kecil. Sedang bisnis kapal harus memiliki kapal dan sumber daya manusia besar. “Bagaimana kita bisa mengembangkan industri pelayaran, jika regulasinya tidak mendukung,” imbuhnya.
Kegiatan usaha keagenan hanya administrasi. Tapi dalam RPP, agen malah ikut mencari muatan kapal. Karena bisa berubah menjadi seperti calo bagi kapal asing. Kalau praktik broker ini berlangsung dalam bisnis pelayaran, bisa mematikan industri kapal lokal. Karena itu, harus ada upaya perbaikan agar RPP kembali seperti dulu, agen adalah agen, tidak boleh mencari muatan.
Hal senada disampaikan pengamat industri pelayaran Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Tri Achmadi. Rancangan beleid baru akan berdampak kepada bisnis tidak sehat dalam industri pelayaran. Karena menyatukan dua model bisnis dengan entitas berbeda. Negara harus melihat transportasi sebagai infrastruktur. Oleh karena itu, urusan peraturan dan kebijakan harus diatur, tidak bisa di free market. “Fungsi infrastruktur tidak berubah menjadi fungsi pertarungan pasar, jangan sampai kebijakan membuat pasar makin tidak terkendali,” beber Tri.
Keagenan hanya berorientasi mencari keuntungan. Fungsi angkutan laut sebagai penghubung atau konektifitas antarkepulauan menjadi hilang. Lantaran regulasi tidak mengikuti sejumlah persyaratan persaingan usaha tidak sehat. Institusi membahas regulasi harus benar-benar memperhatikan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan mengenai persaingan usaha sehat. ”Tidak bisa atas nama pasar bebas tidak bisa semua orang bisa masuk semua sektor,” tegasnya.
Sementara ahli hukum tata negara Margarito Kamis, mengatakan RPP itu, tidak lepas dari penyusunan UU Cipta Kerja (Ciptaker) amburadul. Pada pasal 14 A UU Ciptaker jelas mengatur, kapal asing bisa masuk dan beroperasi di Indonesia. Lalu, pasal 14 A tidak diatur masalah keagenan, namun pasal lain diatur. ”Ini ada masalah besar yaitu persoalan kepentingan nasional, termasuk mengatur industri angkutan laut,” tegas Margarito.
Sekadar informasi, saat ini pemerintah tengah menyusun RPP sektor Transportasi UU Ciptaker. Pada draft RPP itu, pemerintah memperluas kegiatan usaha pelayaran melalui keagenan (broker). Berbeda dengan peraturan pemerintah sebelumnya yang membatasi kegiatan usaha keagenan pada perusahaan khusus bergerak dalam bisnis kapal. Dalam belied baru, perusahaan keagenan umum dapat melakukan kegiatan usaha perkapalan. (los)