indoposonline.id – Ribuan orang memenuhi jalanan Yangon. Tindakan itu, untuk mengecam kudeta militer. Massa menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Aksi itu kali pertama terjadi sejak para jenderal merebut kekuasaan pada Senin (1/2). Pendemo mendesak militer membebaskan Suu Kyi. Peraih Nobel Perdamaian dan para pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), ditahan sejak kudeta Senin. ”Melawan kediktatoran militer,” begitu bunyi tulisan spanduk peserta unjuk rasa.
Tidak sedikit berpakaian warna merah khas NLD. Beberapa orang juga membawa bendera-bendera merah. Demonstrasi tanda pertama kerusuhan jalanan di Myanmar. Demonstrasi antikudeta juga berlangsung di Melbourne, Australia, dan Taipei, Taiwan. ”Kami kehilangan kebebasan, keadilan, dan sangat butuh demokrasi,” tulis seorang pengguna Twitter.
Sebelumnya, gerakan pembangkangan sipil telah berkembang di Myanmar. Gerakan itu ditandai aksi mogok kerja, para dokter dan guru. Setiap malam, selalu ada orang-orang memukul-mukul panci dan wajan untuk menunjukkan kemarahan. Selain sekitar 150 penangkapan dilaporkan kelompok hak asasi manusia pascakudeta, media lokal melaporkan sekitar 30 orang telah ditahan karena protes berisik.
Junta Myanmar mencoba membungkam perbedaan pendapat dengan memblokir Facebook, Twitter, dan Instagram. Pihak berwenang memerintahkan penyedia layanan internet tidak memberi akses Twitter dan Instagram.
Karena itu, permintaan layanan VPN melonjak tajam. Layanan itu, memungkinkan segelintir orang bisa mengakses media sosial. Namun, para pengguna VPN melaporkan gangguan pada layanan data seluler. (mgo)