indoposonline.id – Pemecatan terhadaap 51 dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terus mendapatkan sorotan. Apalagi, alasan pemecatan hanya karena mereka tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.
Padahal, Presiden, Joko Widodo, telah menginstruksikan agar para pegawai yang tak lulus asesmen TWK diberikan pembinaan. “Arahan untuk dibina bersumber dari instruksi Presiden. Nah, setelah instruksi tersebut apakah sudah ada pembinaan sehingga mengatakan tidak bisa dibina,” ungkap Pakar Hukum Suparji Ahmad ketika dihubungi, Jumat (28/5).
Seharusnya KPK dapat membedakan antara pegawai yang tak bisa dibina sebelum dan sesudah TWK. Hal itu penting untuk memastikan instruksi tersebut tidak salah sasaran.
“Jika masa sebelumnya (TWK) bisa dijadikan dasar, maka berarti tidak sesuai dengan instruksi (Presiden) tersebut,” imbuh Suparji.
“Sebaliknya, jika pembinaan setelah TWK dan instruksi tersebut, kapan dilakukan pembinaan seharusnya diberi kesempatan dan hal-hal yang tidak pas diluruskan atau dibina,” tambahnya.
Meskipun demikian, KPK juga tidak bisa memaksakan pembinaan terhadap seluruh pegawai yang lolos asesmen TWK. KPK tetap harus selektif dalam melakukan pembinaan.
Apalagi terhadap mereka yang masuk kategori zona merah (tidak bisa dibina), tentu tidak dapat dialihkan statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). “Jika sudah zona merah, maka tidak bisa dijadikan ASN,” kata akademisi Universitas Al Azhar tersebut.
Sebelumnya, 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK diberhentikan karena dinilai tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan. Berdasar Undang-Undang KPK, proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN harus selesai pada Oktober 2021.
Karena itu, jika dilakukan pembinaan terhadap 51 pegawai yang tak lolos TWK, sisa waktu yang ada dinilai tidak cukup. “Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Dia mengatakan, hanya ada 24 pegawai yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi ASN. (ydh)