indoposonline.id – Pemberlakukan larangan mudik sejak 6 hingga 17 Mei 2021 secara resmi telah dilakukan di masa Pandemi Covid-19 ini. Namun secara bersamaan, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan juga melarang mudik lokal di delapan wilayah aglomerasi. Hal inilah yang membedakan pemudik lokal dengan pekerja kantoran.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Lipoto yang menjelaskan bahwa tidak ada kriteria khusus yang diperiksa untuk membedakan pemudik lokal dan pekerja kantoran yang keluar masuk Jakarta selama masa larangan mudik 6 sampai 17 Mei 2021.
Syafrin meminta kesadaran masyarakat untuk tidak melanggar aturan larangan mudik yang sudah dikeluarkan pemerintah pusat.
“Di Jabodetabek yang masuk perjalanan nonmudik dan kemudian bergerak di dalam wilayah, tentu tidak butuh SKIM atau surat tugas,” tutur Syafrin pada wartawan, Minggu akhir pekan (09/05/2021).
Syafrin menambahkan, cara untuk membedakan antara pemudik dan pekerja kantoran hanya dilakukan dengan cara mengidentifikasi ciri fisik.
Ada aktivitas perjalanan dan pergerakan yang masih diizinkan, semisal untuk kaum pekerja yang hendak melakukan perjalanan dinas. Sedangkan untuk pemudik tetap dilarang sesuai aturan yang sudah diterbitkan pemerintah pusat.
“Identifikasi dari pergerakan yang bersangkutan. Begitu yang bersangkutan akan mudik tentu di dalam kendaraan atau sarana angkutan disiapkan barang yang memang untuk keperluan mudik,” ungkap Syafrin.
Sedangkan pada kendaraan roda empat yang terlihat membawa banyak penumpang juga akan diperiksa dan ditanyakan keperluannya apa.
Pemberlakuan aturan larangan mudik di wilayah aglomerasi tersebut dinilai cukup membingungkan. Sehingga bagaimana sebenarnya cara petugas membedakan orang yang ingin mudik dengan tidak mudik?.
Menurut Syafrin, ada mobil yang tanpa bawaan, namun penumpangnya cukup ramai. “Saat dicek ternyata hendak melakukan mudik,” pungkasnya. (ibl)